Tak Cuma di Indonesia, Anak Muda Inggris Juga Hadapi Ancaman 'Status Pengangguran'

Ilustrasi pengangguran.
Ilustrasi pengangguran.

 Kekhawatiran besar muncul di Inggris setelah ribuan anak muda diperkirakan menghadapi apa yang disebut sebagai “krisis pengangguran”.

Hal ini terjadi setelah banyak pemilik toko menghentikan perekrutan tenaga kerja baru, yang mengancam berkurangnya jumlah pekerjaan paruh waktu di sektor ritel.

Selama beberapa dekade, pekerjaan ritel di akhir pekan menjadi semacam tradisi atau pengalaman awal kerja bagi banyak generasi muda.

Namun, perkiraan terbaru menunjukkan lebih dari 40 ribu anak muda akan kehilangan kesempatan bekerja di toko dalam tiga tahun ke depan, seiring dengan ancaman kebijakan pajak baru yang menekan jalan-jalan perbelanjaan utama di Inggris.

Raksasa Ritel Peringatkan Hilangnya Peluang Kerja Anak Muda

Beberapa waktu lalu, raksasa ritel seperti Marks & Spencer, Tesco, Sainsbury’s, dan Primark memperingatkan bahwa akan ada lebih sedikit lowongan kerja bagi anak muda.

Aliansi Pekerjaa Ritel, yang juga mencakup Asda dan Morrisons, mengatakan ada bahaya bahwa peluang bagi anak muda bisa hilang. “Kami mendesak Pemerintah untuk melindungi toko-toko besar berbasis fisik, untuk mencegah tertutupnya peluang ini dan menciptakan generasi yang hilang,” kata juru bicara, seperti dikutip dari Telegraph UK, Rabu, 27 Agustus 2025.

Ilustrasi Gen Z

Ilustrasi Gen Z

Mereka menambahkan, banyak pekerjaan ritel tingkat pemula berada di toko-toko besar di pusat kota. Namun, toko-toko tersebut justru paling berisiko dipaksa tutup akibat perubahan tarif bisnis yang direncanakan pemerintah.

Satu Juta Anak Muda Menganggur

Pemangkasan pekerjaan tingkat pemula akan semakin memperburuk perjuangan Inggris dalam memasukkan lebih banyak anak muda ke dunia kerja. Data terbaru menunjukkan hampir satu juta orang berusia 16 hingga 24 tahun tidak bekerja, tidak bersekolah, dan tidak mengikuti pelatihan.

Pusat Keadilan Sosial (Centre for Social Justice) mengungkap, angka ini meningkat hampir 200.000 sejak pandemi, menjadi 948.000 orang.

Ancaman Pajak Baru Picu Kekhawatiran

Peringatan terbaru ini muncul saat Kanselir bersiap meluncurkan pungutan pajak baru senilai £1,7 miliar terhadap toko-toko besar. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa rencana tersebut akan mempercepat kemerosotan jalan perbelanjaan utama.

Reformasi yang direncanakan Rachel Reeves akan mendorong kenaikan tarif bisnis bagi toserba, supermarket, dan toko dengan bangunan besar. Perubahan ini terjadi hanya beberapa bulan setelah sektor ritel terpukul oleh gelombang kenaikan biaya tenaga kerja, ketika Kanselir menaikkan upah minimum dan meningkatkan kontribusi Asuransi Nasional untuk pengusaha.

Ketidakpastian Meningkat, Daya Beli Turun

Kondisi ini menambah kekhawatiran atas keamanan kerja di seluruh Inggris. Analis dari Deutsche Bank mengatakan konsumen merasa semakin berisiko kehilangan pekerjaan.

Dalam Indeks Ketakutan di Inggris, para analis menyebut bahwa masyarakat secara umum lebih pesimis terhadap keamanan pekerjaan mereka di masa depan. Asda juga merilis data bahwa pendapatan rumah tangga kelas menengah di Inggris turun untuk pertama kalinya dalam dua tahun akibat tekanan harga makanan, minuman, dan transportasi.

Inflasi pun naik ke level 3,8 persen pada Juli, tertinggi sejak Januari 2024. “Meskipun upah diperkirakan akan naik sepanjang sisa tahun ini, inflasi yang terus tinggi akan tetap memberi tekanan pada daya beli,” kata Sam Miley, dari Centre for Economics and Business Research.

Kenaikan harga juga memukul para pensiunan. Uang tunai yang tersedia untuk pengeluaran oleh pensiunan turun selama empat bulan berturut-turut, semakin mempersempit ruang konsumsi mereka.