Indonesia Perlu Perkuat ASEAN dan Diplomasi Maritim di Tengah Rivalitas Indo-Pasifik

Rivalitas Amerika Serikat, Tiongkok, dan India di kawasan Indo-Pasifik dinilai semakin memanas dan berpotensi mengganggu stabilitas kawasan.
Indonesia, dengan posisi strategis di jalur perdagangan dunia, dituntut memainkan peran aktif agar tidak terseret dalam pusaran kepentingan kekuatan besar.
Perbincangan tersebut terungkap dalam Forum Kajian Publik yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) bersama Universitas Pertahanan RI (UNHAN), yang menyoroti dinamika geopolitik Indo-Pasifik yang semakin kompleks dan dampaknya terhadap stabilitas nasional.
Acara yang berlangsung di Jakarta ini, dibuka oleh Deputi Koordinator Pertahanan Negara dan Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam, Mayjen TNI Purwito Hadikusumo.
Forum ini menghadirkan akademisi, pejabat kementerian, hingga perwakilan perguruan tinggi.
Menurut Purwito, Indonesia harus cermat membaca eskalasi konflik di Laut Cina Selatan serta hadirnya aliansi militer seperti AUKUS dan Five Power Defence Arrangements (FPDA).
“Ancaman bukan hanya militer, tapi juga non-tradisional seperti siber, disinformasi, dan penetrasi nilai asing. Polhukam wajib mencari solusi komprehensif agar gejolak tidak merusak stabilitas nasional,” ujarnya.
Pergeseran Pusat Kekuatan

Dekan Fakultas Strategi Pertahanan Unhan RI, Mayjen TNI Octaheroe Ramsi menekankan, bahwa abad ke-21 ditandai dengan bergesernya pusat gravitasi geopolitik global ke kawasan Indo-Pasifik.
Persaingan Amerika Serikat dan Tiongkok, serta kebangkitan India, menciptakan konstelasi baru yang sarat kompetisi militer, ekonomi, hingga teknologi.
“Seperti yang dikemukakan John J. Mearsheimer, kekuatan besar selalu mencari peluang untuk mendominasi. Realitas ini kini nyata di Indo-Pasifik. Indonesia harus membaca motif dasar mereka agar bisa menjaga kepentingan nasional,” tegas Octaheroe.
Ia juga mengingatkan, bahwa posisi Indonesia yang berada di jantung jalur laut strategis menuntut kewaspadaan ekstra.
“Indonesia tidak boleh sekadar jadi penonton. Kita harus memanfaatkan posisi strategis ini untuk memperkuat peran sebagai penentu arah, bukan sekadar pengikut dalam percaturan geopolitik,” tambahnya.
Selain perang dagang dan perlombaan teknologi, forum juga menyoroti peran ASEAN sebagai penyeimbang. Namun, lemahnya konsensus internal membuat ASEAN kerap dinilai kurang sigap menghadapi tekanan kekuatan eksternal.
Tiga Rekomendasi Utama untuk Indonesia

Octaheroe mengajukan tiga langkah utama yang dinilai penting agar Indonesia mampu menjaga stabilitas dan ruang gerak strategis di tengah rivalitas kekuatan besar di Indo-Pasifik:
1. Menguatkan Sentralitas ASEAN
Indonesia harus aktif memastikan ASEAN tetap menjadi arsitek utama tatanan regional. Bukan hanya hadir dalam forum, tetapi juga memimpin inisiatif mediasi konflik, membangun konsensus, serta merumuskan norma keamanan dan ekonomi kawasan.
2. Memperkuat Diplomasi Maritim Berbasis Aturan
Indonesia perlu konsisten mendorong tata kelola maritim sesuai UNCLOS, termasuk mempercepat implementasi Code of Conduct (COC) di Laut Cina Selatan.
Diplomasi ini penting untuk melindungi kepentingan nasional sekaligus menjaga stabilitas perairan regional.
3. Diversifikasi Kemitraan Ekonomi dan Keamanan
Indonesia disarankan memperluas kolaborasi dengan berbagai negara dan blok kekuatan, baik dalam perdagangan, infrastruktur, maupun pertahanan.
Prinsip “seribu kawan, terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak” harus diwujudkan dalam kebijakan luar negeri yang pragmatis dan adaptif.
Menjaga Ruang Gerak Strategis
Ketiga rekomendasi itu dinilai menjadi kunci bagi Indonesia agar tetap mandiri, tidak terjebak dalam rivalitas kekuatan besar, dan mampu menjaga ruang gerak strategis di tengah dinamika global.
“Indonesia adalah negara maritim terbesar di Asia Tenggara, dengan posisi strategis di jalur perdagangan dunia. Jika mampu memainkan peran aktif di ASEAN, diplomasi maritim, dan diversifikasi mitra, maka Indonesia bisa menjadi jangkar stabilitas sekaligus pusat gravitasi baru di Indo-Pasifik,” tutup Octaheroe. (*)