Ibu Muda di Dompu Dibunuh Suami setelah 10 Hari Melahirkan Anak Kedua

Seorang perempuan muda bernama Sri Wahyuni (28), warga Desa Marada, Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), tewas dibunuh suaminya sendiri, Syamsudin (29), pada Sabtu (7/6/2025).
Saat dibunuh, korban baru 10 hari setelah melahirkan anak keduanya.
Peristiwa tragis ini menambah daftar panjang kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang kerap dialami perempuan, bahkan saat mereka berada dalam kondisi rentan pascapersalinan.
Jasad Sri Wahyuni pertama kali ditemukan oleh anak sulungnya yang baru berusia 8 tahun. Saat itu, bocah tersebut melihat ibunya tergeletak bersimbah darah di lantai rumah dan segera melaporkannya kepada neneknya.
“Saat ditemukan, kondisi korban sangat mengenaskan. Ada luka di leher bagian belakang, punggung, kepala, serta tangan” ungkap AKP Zuharis, Kasi Humas Polres Dompu, Senin (9/6/2025).
Lebih memilukan lagi, bayi kedua korban yang baru lahir 10 hari sebelumnya ditemukan berada tepat di samping jasad sang ibu.
Motif Pelaku, Tertekan dan Malu karena Utang Istri
Berdasarkan hasil penyelidikan, pelaku membunuh istrinya di dalam kamar menggunakan senjata tajam jenis parang sepanjang 60 sentimeter.
Motif pembunuhan diduga karena pelaku merasa malu dan tertekan akibat utang yang dimiliki istrinya serta cibiran masyarakat di media sosial.
“Motif di balik pembunuhan sadis itu akibat pelaku merasa malu dan tertekan karena korban memiliki banyak utang serta sering menjadi bahan pergunjingan di Facebook,” kata AKP Zuharis.
Padahal, sehari sebelum pembunuhan, keluarga mereka baru saja mengadakan syukuran atas kelahiran anak kedua mereka.
Syamsudin berhasil ditangkap hanya beberapa jam setelah kejadian. Ia kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 44 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Ancaman pidana maksimal yang dikenakan adalah 15 tahun penjara dan denda hingga Rp45 juta.
Dua Anak Jadi Yatim, Bayi 10 Hari Belum Punya Nama
Akibat tindakan brutal tersebut, dua anak korban kini harus kehilangan ibu mereka. Bahkan, bayi berusia 10 hari itu belum sempat diberi nama.
“Namanya pun belum sempat diberi. Waktu saya tanya, neneknya juga bingung siapa namanya. Saya bilang, kalau mau, biar saya yang carikan nama,” ujar Mawar Yulia, kerabat dekat korban, saat dihubungi Kompas.com, Senin.
Inisiatif Adopsi dan Donasi untuk Masa Depan Anak Korban
Mawar yang merasa iba dengan kondisi bayi tersebut menyatakan niatnya untuk mengadopsi anak itu. Saat ini, bayi dirawat oleh keluarga besar korban.
“Saya belum bicara soal adopsi ke keluarga besar, tapi saya sudah bilang, kalau memang mau anak ini hidup dan besar, biar sama saya saja,” ungkap Mawar.
Ia juga membuka donasi demi masa depan kedua anak korban, terutama untuk mencukupi kebutuhan dasar sang bayi seperti susu dan popok.
“Saya juga sadar tidak bisa menanggung semua sendiri. Oleh karena itu, saya ajak orang-orang untuk bantu, meski cuma Rp10.000, itu bisa bantu anak ini,” ujarnya.
Mawar berharap agar bayi tersebut dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang, serta menekankan bahwa jika pun harus diadopsi, dirinya ingin menjadi orang yang mengasuh langsung.
“Saya hanya ingin memastikan anak-anak ini tetap punya masa depan. Kalau pun anak ini mau diadopsi, saya tekankan ke keluarga, jangan pernah kasih ke orang lain, kecuali ke saya,” tambahnya.
SUMBER: KOMPAS. com (Penulis: Junaidin / Editor: Gloria Setyvani Putri), Tribun Lombok