Olahraga Padel Kena Pajak 10 Persen, Kepala Bapenda DKI Sebut Bukan Hal yang Baru

Olahraga Padel Kena Pajak 10 Persen, Kepala Bapenda DKI Sebut Bukan Hal yang Baru

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Lusiana Herawati mengatakan, bahwa pungutan pajak terhadap hiburan termasuk olahraga padel bukan hal yang baru.

Pengenaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa kesenian dan hiburan sudah ada sejak 1997 melalui Undang-undang (UU) 19 Tahun 1997.

Lusi mengungkapkan, pajak merupakan wujud gotong royong warga negara dalam membiayai pembangunan dan penyelenggaraan negara.

"Pajak Hiburan adalah bagian Pajak Daerah dan sejatinya bukan jenis pajak baru," kata Lusi kepada wartawan, Jumat (4/7).

UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberi contoh yang lebih jelas tentang objek Pajak Hiburan, seperti tontonan film, pagelaran kesenian, musik, pameran, diskotek, biliar, pacuan kuda, panti pijat, pusat kebugaran, hingga pertandingan olahraga.

Perda DKI Jakarta Nomor 13 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015 menyebutkan, misalnya renang, tenis, squash, futsal, dan jenis olahraga lain.

"Jadi sebenarnya olahraga permainan sudah dikenai Pajak Hiburan sejak lama dan tidak ada masalah. Adem ayem tanpa kegaduhan," ucapnya.

Melalui Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemerintah mengatur ulang pengelompokan jenis pajak daerah agar tarif yang dibebankan lebih sesuai dengan prinsip keadilan.

Lalu, muncul nomenklatur baru Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), dengan objek makanan/minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian/hiburan.

Olahraga yang dikenai PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan adalah olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.

Menurutnya, ada hiburan yang sifatnya mewah dan konsumsinya harus dikendalikan, dikenai tarif tinggi antara 40 persen hingga 75 persen.

Namun, ada hiburan yang dinikmati masyarakat luas seperti olahraga permainan, hanya dikenai tarif pajak 10 persen.

"Bahkan lebih rendah dari PPN yang tarifnya 11%," ujarnya.

Pemprov DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 mengatur olahraga permainan adalah bentuk persewaan ruang dan alat olahraga, seperti tempat kebugaran, lapangan futsal, lapangan tenis, kolam renang, dan sebagainya yang dikenakan bayaran atas penggunaannya.

Melalui Surat Keputusan Kepala Bapenda Nomor 257 Tahun 2025 hanya mendetailkan jenis olahraga permainan yang menjadi objek pajak PBJT demi menciptakan kepastian dan keadilan.

Pajak dikenakan atas tempat kebugaran (fitness center, yoga, pilates, zumba), lapangan futsal/ sepak bola/ mini soccer, lapangan tenis / basket / bulutangkis / voli / tenis meja / squash / panahan / bisbol/ softbol / tembak, tempat biliar, tempat panjat tebing / sasana tinju / atletik, jetski, dan terakhir lapangan padel.

Sampai saat ini, sudah ada tujuh objek lapangan padel yang telah terdaftar menjadi wajib pajak PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan dari 2024.

"Jadi pengenaan Pajak PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan atas olahraga permainan padel justru untuk menciptakan rasa keadilan, karena Pajak Hiburan atas berbagai jenis olahraga permainan lainnya telah dikenakan sejak lama," urainya.

Lusiana menyampaikan, bahwa yang paling utama pemungutan pajak ini dilakukan secara adil dan transparan, dan uang pajak digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan publik.

Masyarakat tak perlu khawatir. Mari tetap berolahraga agar sehat dan riang gembira, sekaligus bergotong royong membayar pajak untuk kebaikan bersama.

"Sebuah investasi kebaikan yang sempurna, sehat jiwa raga," tutupnya. (Asp)