Banjir Jakarta Parah Sampai 2,7 Meter! Mardani Tegaskan Solusi Banjir Bukan Sekadar Tambal Sulam

Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera berkolaborasi secara menyeluruh dalam mengatasi banjir di Jakarta.
Mardani juga mengkritik pendekatan tambal sulam yang selama ini diterapkan dan menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor dan pemangku kepentingan.
"Kolaborasi pusat dan daerah, serta seluruh stakeholder sangat diperlukan dalam menyelesaikan masalah banjir Jakarta. Tentunya, tanpa kolaborasi tutup lubang gali lubang," ujar Mardani dalam keterangannya, Kamis (10/7).
Mardani menyoroti keprihatinannya terhadap banjir yang merendam ratusan rumah hingga 2,7 meter akibat hujan deras pada 5-6 Juli 2025, menunjukkan adanya masalah struktural yang belum terselesaikan di perkotaan.
Ia mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk menyusun skema penanganan banjir yang lebih akurat, termasuk penyediaan pengungsian yang layak dan bantuan bagi warga terdampak.
Menurutnya, kelumpuhan Jakarta akibat curah hujan tinggi dan pasang air laut bukan sekadar bencana musiman, melainkan cerminan dari problem struktural dalam ketahanan infrastruktur drainase, pengelolaan sungai, dan perencanaan tata ruang yang belum adaptif terhadap tantangan perkotaan modern.
Selain kolaborasi dengan pemerintah pusat, Pemprov DKI juga perlu berkoordinasi dengan daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) karena dampak kelumpuhan Jakarta akan terasa di wilayah-wilayah tersebut.
Mardani juga menyoroti kompleksitas masalah Jakarta, termasuk pertumbuhan populasi, penyusutan tanah, dan alih fungsi ruang hijau, yang membutuhkan perencanaan lintas sektor dan konsisten dari hulu ke hilir.
Ia menegaskan bahwa fungsi bendung, pintu air, dan kanal utama harus terintegrasi dengan sistem mitigasi cepat, terpadu, dan berbasis data real-time agar peringatan dini efektif.
Politisi PKS ini mendorong pemerintah untuk menyusun peta jalan penanganan banjir yang jelas, solusinya teruji, dan pembagian anggarannya transparan dengan pola multi-tahun.
Ia juga menekankan agar pembangunan infrastruktur nasional di ibu kota tidak hanya fokus pada estetika dan konektivitas, tetapi juga pada ketahanan terhadap bencana iklim.
Mardani menyimpulkan bahwa banjir bukanlah takdir, melainkan konsekuensi dari pilihan kebijakan dan kualitas eksekusi, serta menuntut perbaikan komprehensif.
“Banjir tidak bisa kita anggap sebagai nasib. Ini soal pilihan kebijakan, kualitas eksekusi, dan keberpihakan pada keselamatan warga. Setiap tahun kita diingatkan oleh air bah, dan setiap tahun pula kita dituntut untuk berbenah. Sekali lagi harus ada perbaikan yang komprehensif,” pungkasnya.