Insentif Impor Mobil Listrik Berakhir 2025, Pemerintah Fokus ke Produksi Lokal

Pemerintah memastikan insentif impor mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) dalam bentuk completely built up (CBU) akan berakhir sesuai ketentuan. Hal ini merujuk pada Peraturan Menteri Investasi Nomor 6 Tahun 2023 jo. Nomor 1 Tahun 2024.
Insentif yang berlaku sejak Februari 2025 ini memungkinkan BEV impor hanya membayar pajak 12% dari tarif normal 77%. Dengan begitu, konsumen mendapatkan keringanan hingga 65%.
Namun, fasilitas ini bersifat sementara dengan tenggat waktu permohonan hingga 31 Maret 2025 dan berlaku sampai 31 Desember 2025. Setelah itu, skema akan digantikan dengan komitmen produksi sesuai tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kemenperin, Mahardi Tunggul Wicaksono, menegaskan, “Artinya, bisa kita bilang insentif BEV impor akan berakhir pada akhir 2025, sesuai regulasi yang ada.” Ia juga menyebut ada enam perusahaan yang sudah masuk program ini dengan nilai rencana investasi Rp 15 triliun.
Pemerintah menargetkan peserta program beralih ke produksi lokal secara bertahap. Pada 2026, TKDN yang wajib dipenuhi 40%, lalu naik 60% pada 2027, hingga 80% pada 2030.
Data Kemenperin menunjukkan, populasi kendaraan listrik di Indonesia naik pesat. Pada 2024 jumlahnya 207 ribu unit, tumbuh 78% dibandingkan tahun sebelumnya.
Perubahan preferensi konsumen juga terlihat dari peningkatan pangsa pasar BEV dan hybrid electric vehicle (HEV). “Sebaliknya, kendaraan berbasis internal combustion engine (ICE) mengalami penurunan pangsa pasar dari 99,64% pada 2021 menjadi 82,2% pada Jan–Jul 2025,” ujarnya, dikutip VIVA Otomotif Senin 25 Agustus 2025.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai, insentif BEV impor berhasil mempercepat adopsi. Namun, kebijakan ke depan perlu menjaga keseimbangan agar industri otomotif dalam negeri tetap tumbuh.
Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, mengatakan, “Intinya, jangan biarkan pasar mobil turun. Bahkan, belakangan muncul isu penjualan mobil Indonesia dikalahkan oleh Malaysia, kendati data jelasnya belum terlihat.”
Kalangan akademisi juga mendorong fokus insentif diarahkan ke produksi lokal. “Jika insentif ini diperpanjang, akan menimbulkan ketidakadilan dan ketidakkonsistenan kebijakan, menggangu iklim investasi, dan tidak sesuai dengan tujuan awal menjadikan Indonesia sebagai basis produksi BEV,” ujar Riyanto dari LPEM UI.