Bikin Heboh! Struk Restoran Viral Tulis "Royalti Lagu" Rp29 Ribu, Bagaimana Aturannya?

Struk Restoran Viral Tulis Royalti Lagu Rp29 Ribu
Struk Restoran Viral Tulis Royalti Lagu Rp29 Ribu

 Sebuah foto struk pembayaran yang memuat biaya tambahan bertuliskan “Royalti Lagu” senilai Rp29.140 sempat viral dan memicu kebingungan publik.

Dalam struk yang beredar itu tidak tercantum nama atau lokasi restoran, sehingga unggahan tersebut menjadi sorotan warganet dan pelaku usaha.

Pemilik Nuka Mari Kopi mengaku resah saat menanggapi unggahan viral tersebut. Melalui akun TikTok mereka, Ia mempertanyakan dampak jika biaya royalti itu dibebankan langsung ke pelanggan:

“Nah gimana nih kalau sudah begini, konsumennya makan terus kena royalti musik suruh bayar nilainya juga lumayan itu, besok-besok konsumen gak datang lagi gimana. Makin liar kan jadinya gara-gara kasus royalti,” ujarnya dalam video yang diunggah akun @TikTok @nukamarikopi

Aturan dan siapa yang wajib membayar royalti

Aturan soal pengelolaan royalti musik diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021. PP ini menetapkan mekanisme pengelolaan royalti serta peran Lembaga Manajemen Kolektif Nasional atau LMKN sebagai lembaga yang menghimpun dan mendistribusikan royalti.

Adapun kewajiban pembayaran royalti adalah pada pihak yang menggunakan musik untuk kepentingan komersial, yaitu pemilik atau pengelola usaha, bukan langsung kepada pelanggan.

Perkiraan tarif dan contoh beban usaha

Untuk memberi gambaran beban biaya, hitungan yang dipakai pihak terkait biasanya berdasarkan kapasitas kursi atau luas area. Sebagai contoh, estimasi tarif yang banyak dikutip menyebutkan untuk restoran dengan kapasitas sekitar 50 kursi total royalti per tahun bisa mencapai sekitar Rp 6 juta (komponen hak cipta dan hak terkait masing-masing sekitar Rp 60.000 per kursi per tahun).  Angka ini bersifat simulasi dan bisa berubah tergantung kebijakan LMKN dan ketentuan teknis lainnya.

Reaksi pelaku usaha, termasuk Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), cenderung khawatir aturan dan tarif yang ada memberatkan usaha kecil dan menengah.

PHRI meminta evaluasi tarif, transparansi distribusi royalti, dan opsi skema bertingkat agar beban tidak menekan UMKM. Ada pula usulan agar sosialisasi dan mekanisme pembayaran lebih dipermudah agar tidak menimbulkan kebingungan dan efek negatif seperti berhenti memutar musik atau menurunnya jumlah pengunjung. 

Seperti dilansir Antara, Para pelaku usaha khawatir, apabila biaya royalti benar-benar dibebankan langsung kepada pelanggan, dampaknya bisa menurunkan minat konsumen, menurunkan omzet, dan dalam kasus ekstrem berkontribusi pada penutupan usaha atau PHK.

Itulah mengapa sejumlah kafe, termasuk Nuka Mari Kopi, menolak kebijakan yang langsung memungut biaya tersebut dari pengunjung dan memilih alternatif lain, misalnya tidak memutar musik komersial atau memproduksi musik sendiri yang tidak terikat royalti