Pemilik Warung di Solo Jadi Tersangka Kasus Nobar Tanpa Lisensi, Biaya Hak Siar Dinilai Berat bagi UMKM

nobar, didenda, SOLO, pemilik warung, pemilik warung disomasi, Didenda karena gelar nobar, warung di Solo didenda, Pemilik Warung di Solo Jadi Tersangka Kasus Nobar Tanpa Lisensi, Biaya Hak Siar Dinilai Berat bagi UMKM, Awal Mula dari Hobi Sepak Bola, Lisensi Nobar Dinilai Memberatkan UMKM,  Disomasi hingga Jadi Status Tersangka, Kasus Serupa di Aceh, Harapan Pelaku UMKM

Seorang pemilik warung di Solo, Jawa Tengah, Joko (bukan nama sebenarnya), harus berhadapan dengan hukum setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus pelanggaran hak siar pertandingan sepak bola.

Kasus ini bermula dari kegiatan nonton bareng (nobar) di warung miliknya yang dinilai tidak memiliki lisensi resmi dari pemegang hak siar. Status tersangka ditetapkan oleh Polda Jawa Tengah pada 31 Juli 2025.

“Polisi dulu bilang akan ada mediasi. Ternyata tidak ada. Saya langsung jadi tersangka,” kata Joko saat ditemui di Solo, Sabtu (23/8/2025).

Awal Mula dari Hobi Sepak Bola

Joko membuka warung sejak 2016. Sebagai penggemar sepak bola, ia ingin menghadirkan suasana nobar agar lebih seru bersama komunitasnya.

“Tahun 2016 saya punya warung sendiri. Rasanya lebih senang kalau nonton bola rame-rame. Banyak teman komunitas ikut nobar di tempat saya,” ujarnya.

Namun, sejak 2019, Joko mulai menerima surat somasi dari pihak yang mengaku sebagai pemegang hak siar. Saat itu, ia mengira izin keramaian cukup dari pemerintah atau kepolisian, tanpa mengetahui adanya aturan khusus mengenai lisensi siaran.

Lisensi Nobar Dinilai Memberatkan UMKM

Pada 2022, Joko mencoba mengurus lisensi resmi. Ia ditawarkan paket lisensi UMKM dengan biaya sekitar Rp13 juta termasuk PPN. Uang tersebut ia cicil dua kali meski menurutnya tetap memberatkan.

“Waktu ada paket UMKM Rp13 juta saja, hitungannya saya masih rugi. Kapasitas warung saya hanya 30-40 orang,” jelas Joko.

Masalah berlanjut pada April 2024. Ia kembali mendapat somasi dengan tawaran lisensi senilai Rp25 juta per musim. Tak hanya itu, pemegang hak siar melalui kuasa hukum juga meminta tambahan denda Rp25 juta.

“Total Rp50 juta, tidak mungkin saya bayar. Keuntungan saya dari tiket nobar hanya puluhan ribu rupiah,” tegas Joko.

 Disomasi hingga Jadi Status Tersangka

Karena tak ada titik temu dalam negosiasi, kasus ini kemudian masuk ke ranah hukum. Pada Juli 2025, status Joko resmi naik menjadi tersangka dengan sangkaan Pasal 25 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman penjara maksimal empat tahun.

“Saya sebenarnya tidak menolak aturan lisensi. Saya bahkan pernah beli lisensi resmi. Tapi harganya tidak masuk akal untuk usaha kecil,” kata Joko.

Joko menyebut kasus yang menimpanya bukan yang pertama. Ia mendapat informasi ada 540 kasus serupa di seluruh Indonesia, melibatkan hotel, kafe, hingga warung kecil.

Di Solo, Joko mengetahui setidaknya ada lima tempat usaha lain yang sudah menerima somasi.

“Ada yang dituntut Rp100 juta sampai Rp350 juta. Bahkan ada yang langsung tutup karena takut berurusan dengan hukum,” tuturnya.

Ia menambahkan, sebagian pemilik warung bahkan tidak memungut tiket nobar, tetapi tetap dianggap melanggar karena tayangan diputar di tempat komersial.

“Ada ibu-ibu pemilik warung, dia diminta Rp50 juta. Padahal uang yang ada hanya Rp15 juta, tapi mereka tetap tidak mau terima,” ujarnya.

Kasus Serupa di Aceh

Tidak hanya di Jawa Tengah, kasus pelanggaran hak siar juga dialami pemilik warung kopi (warkop) di Banda Aceh. Sejumlah pemilik warkop dilaporkan ke Polda Aceh oleh pemegang hak siar Liga Inggris melalui kuasa hukumnya.

Sebelum dilaporkan, mereka sudah beberapa kali menerima surat somasi. Bahkan ada yang mendapat panggilan polisi untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

Perwakilan pemilik warkop kemudian mengadu ke Komisi I DPR Aceh dan Komisi Penyiaran Indonesia Aceh (KPIA). Mereka mengaku keberatan atas tuduhan pelanggaran hak siar.

“Kami tidak pernah merasa melanggar. Nobar di warkop sudah jadi budaya di Aceh, bukan untuk meraup keuntungan besar,” ujar seorang pemilik warkop.

Sekretaris Komisi I DPR Aceh, Arif Fadillah, menyayangkan adanya dugaan kriminalisasi terhadap pelaku UMKM. Ia meminta pemerintah, KPIA, dan pemegang hak siar membuka ruang dialog.

Komisioner KPIA, Samsul Bahri, menegaskan lembaganya siap menjadi penghubung. Sementara itu, komisioner lainnya, M. Reza Falevi, menilai tradisi nobar di Aceh lebih bersifat budaya sosial ketimbang bisnis.

“Warkop di Aceh tidak mengenakan tiket atau menaikkan harga saat nobar. Ini bukan praktik bisnis, tapi lebih ke budaya sosial,” kata Reza.

Harapan Pelaku UMKM

Joko berharap pemerintah turun tangan sebagai penengah dalam persoalan lisensi nobar. Menurutnya, biaya lisensi yang mencapai puluhan juta rupiah tidak sebanding dengan kondisi UMKM yang masih berjuang bangkit pasca-pandemi.

“Kalau Timnas Indonesia main, hampir semua warung pasti ingin nobar. Saya harap pemerintah bisa hadir untuk memediasi UMKM dengan pemegang hak siar,” ujar Joko.

Kini, Joko hanya bisa menunggu proses hukum berjalan. Ia mengaku pasrah, tetapi berharap pengalamannya menjadi pelajaran bagi pelaku UMKM lain agar lebih memahami aturan hak siar.

Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Pengunjung Setel TV Pertandingan Bola, Pemilik Warung di Jateng Didenda Rp50 Juta & Terancam Penjara dan Duduk Perkara Pemilik Warung di Solo Jawa Tengah Jadi Tersangka, Berawal Gelar Nobar Sepakbola

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!