Sudah Tiga Kali Jadi Tersangka, Ini Daftar Kasus Korupsi yang Jerat Alex Noerdin

Nama Mantan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin kembali terseret dalam pusaran kasus korupsi.
Alex Noerdin ditetapkan sebagai tersangka untuk ketiga kalinya oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel, kali ini dalam perkara kerja sama Bangun Guna Serah (BGS) antara Pemprov Sumsel dan PT Magna Beatum Aldiron Plaza Cinde.
Kasus tersebut berkaitan dengan pemanfaatan lahan di kawasan Pasar Cinde, Palembang.
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah kejaksaan menemukan alat bukti baru. Sementara itu, Alex Noerdin sendiri saat ini masih menjalani hukuman penjara dalam dua kasus korupsi lainnya: pengadaan gas bumi oleh BUMD PDPDE Sumsel, serta dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya.
Kedua kasus tersebut telah lebih dulu menjeratnya dan membuatnya divonis 9 tahun penjara.
Kasus Terbaru: Korupsi Proyek Pasar Cinde
Sebagaimana dilaporkan Kompas.com, Kamis (3/7/2025), Kejati Sumsel menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi Pasar Cinde, termasuk Alex Noerdin. Proyek ini mangkrak karena dugaan penyimpangan dalam kerja sama antara Pemprov Sumsel dan PT Magna Beatum.
Selain Alex, tiga orang lainnya juga dijerat, yaitu:
- Edi Hermanto, Ketua Panitia Pengadaan Mitra Kerja Sama BGS
- Raimar Yousnandi, Kepala Cabang PT Magna Beatum
- Aldrin Tando, Direktur Utama PT Magna Beatum
Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, Raimar langsung ditahan selama 20 hari ke depan. Sedangkan Alex dan Edi tidak ditahan karena keduanya sudah lebih dulu menjadi terpidana kasus korupsi lainnya.
“Aldrin Tando mangkir dari pemeriksaan dan telah dicekal karena diketahui berada di luar negeri,” ujar Vanny.
Dua Kasus Korupsi Sebelumnya
Sebelum kasus Pasar Cinde, Alex Noerdin telah lebih dulu dijatuhi hukuman penjara dalam dua perkara besar yang merugikan keuangan negara:
1. Pengadaan Gas Bumi oleh PDPDE Sumsel
Dalam kasus ini, Alex Noerdin terlibat dalam pembentukan perusahaan patungan antara BUMD PDPDE Sumsel dan PT DKLN, yaitu PT PDPDE Gas. Sebagai Gubernur dan Ketua Dewan Pengawas PDPDE, Alex menyetujui kerja sama ini tanpa studi kelayakan dan tanpa pertimbangan dari Badan Pengawas BUMD.
PDPDE Sumsel hanya mendapat 15 persen saham, sementara PT DKLN menguasai 85 persen. Kesepakatan tersebut dibuat tanpa perhitungan bisnis yang memadai.
Akibatnya, menurut perhitungan ahli dari BPK RI, negara mengalami kerugian lebih dari 30 juta dolar AS, berasal dari selisih penjualan gas yang seharusnya masuk ke kas PDPDE. Selain itu, Rp2,1 miliar kerugian lain muncul dari setoran modal yang tidak semestinya dibayarkan oleh PDPDE.
2. Dana Hibah Pembangunan Masjid Raya Sriwijaya
Kasus kedua menyangkut penyimpangan dalam penggunaan dana hibah APBD untuk pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di Palembang. Meski proyek ini bertujuan religius, proses penyalurannya dinilai tidak sesuai ketentuan.
Alex Noerdin dinilai bersalah karena menyalahgunakan kewenangannya dalam penganggaran dan pengawasan proyek. Namun, majelis hakim menyatakan tidak ada bukti bahwa ia menerima aliran dana secara langsung. Karena itu, ia dibebaskan dari kewajiban membayar uang pengganti.
Vonis dan Banding
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Palembang, Alex awalnya dijatuhi vonis 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
“Mengadili terdakwa Alex Noerdin dengan hukuman pidana penjara selama 12 tahun dengan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan penjara,” ujar Ketua Majelis Hakim, Yoserizal, dikutip dari Antara.
Hakim menyatakan Alex terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan, melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta Pasal 3 UU Tipikor. Namun, vonis ini kemudian dikurangi menjadi 9 tahun penjara setelah Alex mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Palembang.
Sebagian tayang di KompasTV dengan judul Fakta-Fakta Alex Noerdin Divonis 12 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar Atas Kasus Korupsi