Hati-Hati! Ini yang Terjadi Jika Diberlakukan Darurat Militer di Indonesia

Lini masa media sosial kembali riuh setelah maraknya aksi demonstrasi di sejumlah daerah. Topik yang paling menyedot perhatian warganet adalah kemungkinan diberlakukannya darurat militer di Indonesia. Bahkan, seruan agar demonstrasi segera dihentikan ramai beredar demi mencegah skenario tersebut.
Pada Minggu 31 Agustus 2025, istilah darurat militer menjadi trending di platform X. Banyak akun meminta masyarakat menghentikan aksi unjuk rasa yang berujung ricuh, penjarahan, maupun perusakan fasilitas umum. Kekhawatiran utama adalah dampak serius terhadap perekonomian dan stabilitas negara apabila status ini benar-benar diterapkan.

Demo Pelajar Tolak RKUHP dan UU KPK Rusuh di Palmerah
Apa Itu Darurat Militer?
Mengacu pada Jurnal UINSA berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap Mekanisme Pemberlakuan Keadaan Bahaya, darurat militer adalah kondisi ketika negara berada dalam keadaan bahaya yang tidak bisa lagi ditangani oleh otoritas sipil.
Darurat sipil biasanya berlaku untuk kasus-kasus seperti konflik antarmasyarakat, bencana alam, pandemi, atau persoalan administratif. Namun, ketika ancaman lebih serius, seperti konflik bersenjata atau kerusuhan besar yang menelan banyak korban, status darurat sipil dianggap tidak memadai.
Dalam situasi tersebut, status bisa dinaikkan menjadi darurat militer, baik di seluruh wilayah Indonesia maupun di daerah tertentu saja. Sesuai dengan Perpu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, darurat militer memberi kewenangan penuh kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menjaga keutuhan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Ahli hukum tata negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riwanto, menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak tanpa risiko. Ada potensi besar terjadinya pelanggaran HAM, pembatasan ruang demokrasi, hilangnya kepercayaan publik, hingga memburuknya citra Indonesia di mata dunia internasional.
Ia menekankan pentingnya pemerintah mengedepankan pendekatan dialog, penegakan hukum yang proporsional, serta memperkuat komunikasi publik.

Demo Rusuh di Slipi
Siapa yang Berwenang Menetapkan Darurat Militer?
Perpu Nomor 23 Tahun 1959 Pasal 1 ayat (1) menyebutkan, presiden sebagai panglima tertinggi TNI memiliki kewenangan menetapkan darurat militer. Status ini berlaku sejak diumumkan dan berakhir jika dicabut oleh presiden.
Penyebab Diberlakukannya Darurat Militer
Darurat militer bisa diberlakukan jika negara berada dalam kondisi bahaya yang hanya bisa diselesaikan dengan operasi militer. Perpu 23/1959 menjelaskan beberapa penyebab, di antaranya:
- Pemberontakan atau kerusuhan besar yang mengancam keamanan nasional.
- Ancaman perang dari luar negeri atau dikhawatirkan adanya agresi militer.
- Pemberontakan bersenjata di dalam negeri, misalnya oleh kelompok separatis.
- Kerusuhan sosial yang melumpuhkan fungsi pemerintahan, seperti kerusuhan Mei 1998.
- Bencana alam besar yang menyebabkan pemerintahan tidak bisa berfungsi normal, contohnya tsunami Aceh.
- Terganggunya tertib hukum dan administrasi negara hingga roda pemerintahan berhenti.
- Krisis keuangan negara yang membuat pemerintahan tidak mampu menjalankan fungsi konstitusional.
- Fungsi kekuasaan konstitusional lumpuh, sehingga jalannya pemerintahan terhenti.
Apa yang Terjadi Jika Darurat Militer Berlaku?
Jika status darurat militer ditetapkan, konsekuensinya cukup besar, baik terhadap pemerintahan maupun kehidupan masyarakat. Beberapa dampak yang tercantum dalam Perpu 23/1959 antara lain:
- Militer mengambil alih kekuasaan sipil
Pengamanan negara tidak lagi di tangan aparat sipil, melainkan langsung dikendalikan oleh militer. - Pembatasan hak-hak sipil
Kebebasan pers, media, dan publikasi dapat disensor atau dibatasi jika dianggap mengganggu stabilitas. - Pengusiran dan larangan tinggal
Individu yang dianggap mengancam keamanan dapat dipaksa keluar dari suatu wilayah. - Kewajiban kerja dan militerisasi masyarakat
Masyarakat bisa diwajibkan membantu kegiatan tertentu demi kepentingan keamanan dan pertahanan.
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Beni Kurnia Illahi, menambahkan TNI juga memiliki kewenangan menahan seseorang hingga 20 hari tanpa proses hukum sipil. Bahkan, individu yang dianggap mengancam stabilitas bisa dipaksa keluar dari wilayah tertentu.
Sejarah Darurat Militer di Indonesia
Indonesia pernah mengalami darurat militer, salah satunya di Timor Timur pada 1999. Saat itu, wilayah tersebut dilanda kekacauan menjelang jajak pendapat kemerdekaan, sehingga Presiden mengeluarkan Keppres Nomor 107 Tahun 1999 tentang Darurat Militer di Timor Timur.
Kasus lain terjadi di Aceh pada 2003 ketika pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menimbulkan ancaman serius. Presiden Megawati Soekarnoputri kemudian menetapkan darurat militer melalui Keppres Nomor 28/2003, yang diperpanjang dengan Keppres Nomor 97/2003.
Panglima Kodam Iskandar Muda saat itu, Mayjen TNI Endang Suwarya, ditunjuk sebagai Penguasa Darurat Militer Daerah. Setelah situasi mulai terkendali, status diturunkan menjadi darurat sipil lewat Keppres Nomor 43/2004.