Tren Perawatan Herbal di Indonesia Meningkat Pesat

Di tengah gempuran modernisasi, Indonesia menyaksikan kebangkitan minat terhadap perawatan kesehatan berbasis herbal yang memanfaatkan kekayaan hayati negeri ini. Dengan lebih dari 30.000 spesies tumbuhan, termasuk 9.600 spesies tanaman obat, Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk menjadi pusat pengembangan produk herbal berkualitas tinggi.
Tren ini tidak hanya mencerminkan kembalinya masyarakat pada kearifan lokal, tetapi juga meningkatnya kesadaran akan pentingnya solusi kesehatan yang alami, aman, dan ramah lingkungan. Berbagai produk seperti jamu, kosmetik herbal, hingga suplemen kesehatan berbahan dasar tanaman lokal kini semakin diminati, baik di pasar domestik maupun internasional.
Industri perawatan herbal di Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Data dari Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa pasar obat tradisional dan suplemen kesehatan berbasis herbal tumbuh sekitar 10-15% per tahun, didorong oleh meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap khasiat tanaman seperti temulawak, kunyit, jahe, dan daun kelor.
Selain itu, pergeseran gaya hidup menuju pola konsumsi yang lebih sehat dan berkelanjutan turut mempercepat adopsi produk herbal. Banyak konsumen, khususnya generasi milenial dan Gen Z, kini memilih produk alami sebagai alternatif pengobatan konvensional, terutama untuk meningkatkan imunitas, merawat kulit, dan menjaga kesehatan secara holistik.
Namun, pesatnya pertumbuhan industri ini juga menuntut pengembangan riset yang lebih mendalam untuk memastikan keamanan dan efektivitas produk. Beragam faktor, seperti kualitas bahan baku, metode ekstraksi, dan standar produksi, perlu dieksplorasi secara menyeluruh. Misalnya, tanaman herbal seperti kelor (Moringa oleifera) memiliki kandungan nutrisi tinggi, tetapi efektivitasnya dapat bervariasi tergantung pada kondisi tanah, teknik pengolahan, dan dosis penggunaan.
Penelitian juga diperlukan untuk memahami potensi interaksi herbal dengan obat-obatan kimia, sehingga produk yang dihasilkan aman bagi berbagai kelompok usia dan kondisi kesehatan.
"Kami ingin memberikan ruang bagi generasi muda, khususnya mereka yang memiliki minat kuat di bidang riset, untuk berkembang, bereksperimen, dan mengubah gagasan menjadi kontribusi nyata yang dapat dirasakan baik oleh universitas, perusahaan, maupun masyarakat luas. Bagi kami, penelitian bukan sekadar tugas akhir di kampus, tetapi sebuah proses yang dapat melahirkan manfaat tangible untuk masa depan kesehatan yang lebih sehat, adaptif, dan berkelanjutan," ujar dr. Ian Kloer, Presiden Direktur PT Darya-Varia Laboratoria Tbk, dalam keterangannya.

Darya-Varia Scholarship
Pemerintah dan pelaku industri pun berperan besar dalam mendukung tren ini. Program D-STAR 2025 menjadi bagian dari rangkaian perayaan menuju 50 tahun Darya-Varia, yang dirancang secara khusus untuk mendukung mahasiswi berbakat di bidang farmasi dan untuk membuka akses yang lebih luas bagi talenta wanita agar dapat berkembang di jalur riset yang sering kali menantang.
"Kami melihat D-STAR bukan hanya sebagai program beasiswa, tapi juga sebagai bentuk kontribusi strategis untuk masa depan riset farmasi di Indonesia,” ujar Prof. apt. Junaidi Khotib, SSi, M.Kes., Ph.D., Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Selain itu, kolaborasi antara petani, peneliti, dan pelaku industri mulai diperkuat untuk mengoptimalkan rantai pasok bahan baku herbal. Inisiatif ini tidak hanya meningkatkan kualitas produk, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi komunitas lokal, khususnya di daerah penghasil tanaman obat seperti Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Tren perawatan herbal juga didukung oleh inovasi teknologi. Banyak perusahaan kini memanfaatkan teknologi modern, seperti ekstraksi berbasis bioteknologi, untuk meningkatkan kualitas dan konsistensi produk. Startup lokal bahkan mulai mengembangkan aplikasi yang mempermudah konsumen mengakses informasi tentang khasiat tanaman herbal dan cara penggunaannya.
Tahun ini, empat mahasiswi terbaik berhasil terpilih sebagai penerima D-STAR 2025, yaitu Anggininda Salsabila (Universitas Airlangga), Vira Nuha Sabita (Universitas Indonesia), Iffah Zakiya Yasmin (Universitas Gadjah Mada), dan Hanifa Syifa Kamila (Sekolah Farmasi ITB). Para pemenang akan mengembangkan riset berbasis teknologi farmasi dan kekayaan hayati Indonesia yang diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi dunia farmasi dan kesehatan.