Apa Itu Trauma Kolektif, yang Bisa Dialami Masyarakat Imbas Kekacauan di Indonesia?

trauma psikologis, trauma kolektif, trauma kolektif adalah, apa itu trauma kolektif, trauma kolektif akibat kekacauan di Indonesia, kondisi di Indonesia sebabkan trauma kolektif, Apa Itu Trauma Kolektif, yang Bisa Dialami Masyarakat Imbas Kekacauan di Indonesia?

Masyarakat Indonesia tengah dihadapkan pada kekacauan akibat ulah para pemegang kekuasaan di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

Masalah politik dan korupsi menimbulkan gelombang demonstrasi di seluruh Indonesia sejak 25 Agustus 2025.

Kendati demikian, rangkaian aksi massa ini disusupi oleh provokator yang membuat kekacauan, seperti penjarahan ke beberapa rumah anggota DPR.

Hal tersebut membuat sebagian besar masyarakat Indonesia mengalami trauma kolektif. Namun, apa itu trauma kolektif?

Mengenal trauma kolektif

“(Trauma) secara kolektif biasanya ini mengacu pada satu budaya tertentu, atau satu negara tertentu, satu masyarakat tertentu, yang merasakan sejarah yang sama, seperti yang kita rasakan saat ini,” kata psikolog klinis Santosha.id, Ayu Rahmawati Tirto, M.Psi dalam sesi trauma healing dari Santosha.id dan Menjadi Manusia yang Kompas.com ikuti pada Minggu (31/8/2025).

Dengan kata lain, trauma kolektif adalah trauma yang muncul saat masyarakat bersama-sama merasakan ancaman, ketakutan, atau kehilangan karena peristiwa sosial.

Beberapa peristiwa nyata yang bisa memicu trauma kolektif adalah kerusuhan Mei 1998, gempa dan tsunami Aceh 2004, pandemi Covid-19, dan aksi demo berkepanjangan saat ini.

“Kita mendengar cerita tentang bangsa ini, kemudian sekarang terjadi secara real time selama beberapa hari ini. Akhirnya kita terkena dampaknya secara emosional dan secara mental,” kata Ayu.

Trauma kolektif dapat menimbulkan reaksi berupa mudah panik dan tegang, overthinking dan sulit fokus, emosi yang sulit dikontrol, serta rasa tidak berdaya dan kehilangan harapan.

“Seperti yang terjadi beberapa hari ini, selama ini mungkin memang sudah banyak ketidakpuasan, sudah banyak kekecewaan yang terjadi secara kolektif di bangsa Indonesia,” ucap Ayu.

“Namun, hal-hal yang terjadi itu (aksi demo) masih tetap mengagetkan buat kita, yang benar-benar kita enggak menyangka sama sekali bahwa ini akan terjadi,” sambung dia.

Apa bedanya dengan trauma psikologis?

Banyak yang mengira bahwa trauma kolektif sama dengan trauma psikologis. Keduanya merupakan reaksi psikologis seseorang terhadap sesuatu.

Trauma kolektif adalah bagian dari trauma psikologis, yang mana dialami oleh banyak orang yang mengalami suatu peristiwa secara bersamaan dalam satu waktu.

“Trauma psikologis tersendiri itu definisinya adalah suatu peristiwa yang ketika kita alami itu di luar kendali, atau tidak bisa ditampung oleh penampungan emosional kita,” terang Ayu.

Bagi sebagian orang, trauma psikologis sangat meninggalkan luka batin yang mendalam, bahkan sampai sangat membekas.

Sementara bagi yang lainnya, mereka biasa saja. Artinya, trauma psikologis sifatnya lebih personal.

“Misalnya sepanjang hidupnya, ada orang yang orang-orang di sekitarnya enggak pernah ngomong dengan nada tinggi. Ketika tiba-tiba ketemu sama orang yang ngomong dengan nada tinggi, mereka jadi syok sekali sampai terngiang-ngiang, sampai melukai batin,” jelas Ayu.

Trauma langsung dan tidak langsung

Terlepas dari jenis trauma yang dialami, Ayu mengungkapkan bahwa seseorang bisa mengalaminya secara langsung dan tidak langsung.

Trauma langsung diperoleh oleh orang-orang yang menerima dampaknya secara langsung, baik secara fisik maupun psikologis, dari suatu kejadian.

Sementara itu, trauma tidak langsung diperoleh oleh orang-orang yang menerima dampak dari suatu kejadian secara tidak langsung.

“Misalnya, akhir-akhir ini teman-teman enggak ikut turun ke jalan, tapi benar-benar (aksi demo) berseliweran di media sosial. Banyak sekali, semuanya tentang demo, tentang kemarahan, juga tentang kekecewaan dan berbagai perilaku yang di luar kapasitas yang biasa kita lihat,” papar Ayu.

Ketika orang-orang menyaksikan sesuatu yang belum pernah disaksikan sebelumnya, tentu ini dapat membuat mereka sangat terkejut lantaran tidak menyangka hal itu bisa terjadi.

“Kita enggak pernah menyangka sebelumnya itu bisa terjadi di tahun ini, di saat ini, saat sudah demokrasi, sudah semakin maju, kita sudah merdeka sekian tahun, kok tetap terjadi. Itu bisa sangat mengagetkan sekali,” lanjut dia.

Jadi, meskipun hanya “merasakannya” lewat media sosial atau pemberitaan media, aksi demo yang terjadi belakangan ini tetap bisa menimbulkan trauma, meskipun secara tidak langsung.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com.