Perang Tarif dengan China, Trump "Pede" AS Bisa Produksi iPhone di Dalam Negeri

Setelah mengumumkan tarif impor baru sebesar 104 persen terhadap barang-barang dari China mulai Rabu (9/4/2025) waktu setempat, Trump disebut percaya diri alias pede bahwa Apple dapat memproduksi iPhone dan perangkat lainnya di Amerika Serikat.

Menurut Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, Trump percaya AS memiliki tenaga kerja, sumber daya, dan kapasitas yang cukup untuk memproduksi iPhone di dalam negeri.

Leavitt juga menyinggung investasi Apple sebesar 500 miliar dollar AS (sekitar Rp 8.483 triliun) di AS sebagai bukti kesiapan Apple memindahkan manufaktur iPhone ke kampung halamannya.  

Memang benar bahwa Apple mengumumkan investasi sebesar 500 miliar dollar di Amerika Serikat, tetapi Apple akan memproduksi server untuk sistem Private Cloud Compute-nya, bukan iPhone. Jadi, ini tidak benar-benar mengindikasikan Apple siap memindahkan lini produksinya ke dalam negeri.

iPhone made in US disebut "fantasi"

Laporan 404 Media bahkan menyebut gagasan iPhone buatan AS sebagai “fantasi belaka”. Pasalnya, proses produksi iPhone tidak hanya bergantung pada perakitan, tetapi juga melibatkan rantai pasok global yang sangat kompleks.

Saat ini, sebagian besar perangkat iPhone dirakit di China, serta menggunakan komponen yang bersumber dari berbagai negara seperti kamera dari Jepang, prosesor dari Taiwan, layar dari Korea Selatan, dan memori dari Amerika Serikat.

Selain itu, Apple juga memiliki pemasok dari lebih dari 50 negara, dan bahan baku seperti mineral langka disuplai dari 79 negara yang mana banyak di antaranya dilaporkan tidak tersedia di AS.

Tim Cook: bukan soal upah murah

CEO Apple Tim Cook pernah secara terbuka membantah anggapan bahwa perusahaannya memilih China sebagai pusat manufakturnya hanya karena biaya tenaga kerja yang murah.

Dalam sebuah wawancara tahun 2017, Cook menegaskan bahwa daya tarik utama China terletak pada kedalaman keterampilan manufaktur yang tidak tertandingi di negara manapun, termasuk Amerika Serikat.

“Orang sering salah kaprah. Mereka pikir kami (rakit iPhone) di China karena upah murah. Padahal, China sudah lama tidak jadi negara berbiaya rendah,” ujar Cook.

Menurutnya, kemampuan China dalam bidang manufaktur sangat canggih, terutama dalam hal precision tooling, teknik perakitan dan pengerjaan material tingkat tinggi yang menjadi tulang punggung produksi iPhone.

“Di AS, kita mungkin hanya bisa mengisi satu ruangan kecil dengan insinyur tooling. Di China? Bisa isi beberapa lapangan sepak bola,” katanya.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa ketergantungan Apple terhadap China bukan sekadar persoalan ekonomi, melainkan karena negeri itu memiliki ekosistem manufaktur yang sangat matang, sesuatu yang tampaknya belum bisa ditiru oleh negara lain, termasuk AS.

Harga iPhone bisa meroket

Jajaran iPhone 16, iPhone 16 Plus, iPhone 16 Pro, dan iPhone 16 Pro Max yang dipajang di Apple Store bandara internasional Changi Singapura.

Jika, Apple benar-benar mengikuti skenario memindahkan lini produksinya ke AS, analis dari perusahaan riset dan investasi Wedbush Securities, Dan Ives berpendapat, melakukan hal itu akan memakan waktu bertahun-tahun dan menyebabkan harga iPhone meroket.

Menurut perkiraan Wedbush, butuh waktu 3 tahun dan 30 miliar dollar AS untuk memindahkan bahkan hanya 10 persen dari rantai pasokan Apple dari Asia ke AS dengan gangguan besar dalam prosesnya.

"Kalau konsumen ingin iPhone seharga 3.500 dollar AS (sekitar Rp 56 juta), silakan buat di New Jersey atau Texas," tulis Ives dalam catatan investor pada tanggal 3 April. "Konsep membuat iPhone di AS tidak realistis pada harga 1.000 dollar AS. Harga akan melonjak drastis dan margin keuntungan Apple bisa terpukul sangat parah dalam perang tarif ini," lanjut Ives.

Misalnya, ketika Apple memproduksi Mac Pro di Texas selama masa jabatan pertama Trump, perusahaan kesulitan menemukan pemasok lokal. Mengimpor komponen ke Texas menyebabkan penundaan dan pengeluaran tak terduga, dan Apple kesulitan menemukan pekerja dengan keterampilan yang dibutuhkan.

Namun, menurut laporan yang beredar, perusahaan yang bermarkas di Cupertino, California ini telah menimbun iPhone dan juga berencana untuk mengandalkan impor dari India, di mana tarifnya lebih rendah, yakni 26 persen.