Kelelawar di Sekitar Rumah Bisa Sebarkan Penyakit, Ini Penjelasan Ahli IPB

Kelelawar kerap ditemukan bersarang di atap rumah atau pohon-pohon sekitar permukiman.
Meski tampak tidak berbahaya, hewan nokturnal ini ternyata menyimpan potensi ancaman serius bagi kesehatan manusia.
Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University, Prof Agus Setiyono, menjelaskan bahwa kelelawar dapat menjadi sumber penyebaran berbagai patogen penyebab penyakit, termasuk virus, bakteri, dan jamur.
Kelelawar kerap bersarang di area atap atau langit-langit rumah. Tanpa disadari, aktivitas kelelawar seperti buang air, air liur, hingga sisa makanan yang terbawa ke permukiman dapat menjadi sumber penyebaran berbagai mikroorganisme berbahaya.
“Air liur, urin, feses, dan sisa makanan dari kelelawar bisa menjadi sarana penularan penyakit karena mengandung patogen,” ujar Prof Agus, Senin (1/7/2025), dilansir dari IPB University.
Delapan virus baru ditemukan dalam tubuh kelelawar
Melalui penelitian bersama timnya, Agus mengungkapkan telah ditemukan delapan virus baru yang berasal dari tubuh kelelawar.
Ia menegaskan bahwa risiko zoonosis, yaitu penularan penyakit dari hewan ke manusia, merupakan ancaman yang nyata.
Virus-virus tersebut bisa hidup normal di tubuh kelelawar tanpa menimbulkan gejala. Namun, saat berpindah ke manusia, virus tersebut dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, bahkan berujung pada kematian.
Gejala yang ditimbulkan pun bermacam-macam, seperti pilek, batuk, hingga nyeri otot dan sendi. Kondisi tersebut sering kali disalahartikan sebagai kelelahan biasa.
Dalam situasi yang lebih parah, infeksi virus dari kelelawar dapat memicu ensefalitis atau peradangan otak, seperti yang pernah terjadi dalam kasus virus Nipah di Malaysia dan Australia.
“Karena tidak menunjukkan gejala apa pun, orang sering kali tidak menyadari bahayanya,” jelasnya.
Dampak perusakan habitat terhadap perilaku kelelawar
Lebih lanjut, Agus menyebut bahwa ulah manusia juga ikut berperan dalam meningkatnya risiko penyebaran penyakit.
Kerusakan hutan sebagai habitat alami menyebabkan kelelawar kekurangan makanan dan akhirnya mendekati wilayah permukiman untuk mencari buah-buahan seperti pepaya atau pisang.
“Ketika habitat rusak, mereka mencari makan ke dekat manusia. Di situlah risikonya muncul karena mereka membawa patogen,” kata Agus.
Edukasi dan kewaspadaan jadi kunci pencegahan
Sebagai langkah pencegahan, Agus menyarankan pendekatan menyeluruh yang mencakup edukasi masyarakat serta pelestarian lingkungan.
Ia juga menekankan pentingnya meningkatkan kewaspadaan terhadap tanda-tanda awal penyakit yang mungkin timbul akibat kontak langsung maupun tidak langsung dengan kelelawar.
“Kalau kita sudah tahu isi tubuh kelelawar mengandung virus, tentu kita harus lebih hati-hati,” ujarnya.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit zoonotik dari satwa liar seperti kelelawar, diharapkan langkah pencegahan bisa dilakukan lebih efektif dan menyeluruh demi menjaga kesehatan bersama.