Presiden Iran Perintahkan Penghentian Kerja Sama dengan Badan Nuklir PBB IAEA, Buka Peluang Pengayaan Uranium ke Tingkat Senjata

Iran dikabarkan memerintahkan negaranya untuk menghentikan kerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rabu (2/7). Perintah itu keluar setelah serangan udara Amerika Serikat menghantam fasilitas nuklir paling penting di negara itu.
Media pemerintah melaporkan secara daring bahwa keputusan tersebut diambil Presiden Masoud Pezeshkian setelah undang-undang yang telah disahkan parlemen Iran untuk menghentikan kerja sama tersebut. Keputusan itu juga telah disetujui lembaga pengawas konstitusi negara itu.
Belum jelas apa dampak keputusan ini terhadap IAEA, badan pengawas nuklir di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. IAEA yang berbasis di Wina selama ini memantau program nuklir Iran.
Setelah undang-undang tersebut disahkan, Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran ditugaskan mengawasi dan melaksanakan pelaksanaannya. Meskipun dewan tersebut belum mengeluarkan pernyataan publik, Pezeshkian merupakan ketuanya. Oleh karena itu, perintahnya tersebut menandakan bahwa undang-undang tersebut akan dijalankan.
Namun, di bawah sistem pemerintahan teokratis Iran, dewan memiliki kewenangan untuk melaksanakan undang-undang sesuai interpretasi mereka. Ini berarti tidak semua ketentuan yang diinginkan oleh parlemen pasti akan diterapkan sepenuhnya.
Kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 dengan kekuatan dunia, yang dinegosiasikan di bawah pemerintahan Presiden AS Barack Obama saat itu mengizinkan Iran memperkaya uranium hingga 3,67 persen. Persentase itu cukup untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga nuklir, tetapi jauh di bawah ambang batas 90 yang diperlukan untuk membuat senjata nuklir. Kesepakatan itu juga secara drastis mengurangi cadangan uranium Iran, membatasi penggunaan sentrifugal, dan mengandalkan IAEA untuk mengawasi kepatuhan Teheran melalui pengawasan tambahan.
Namun, pada 2018, Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik Amerika Serikat dari kesepakatan tersebut dengan alasan kesepakatan itu tidak cukup ketat dan tidak mencakup program misil Iran maupun dukungan Teheran terhadap kelompok militan di Timur Tengah. Keputusan itu memicu ketegangan selama bertahun-tahun, termasuk serangan-serangan di laut maupun di darat.
Iran telah memperkaya uranium hingga tingkat 60 persen, hanya satu langkah teknis menuju tingkat senjata. Negara itu juga memiliki cukup cadangan uranium untuk membuat beberapa bom nuklir jika memilih untuk melakukannya. Iran telah lama menyatakan program nuklir mereka bertujuan damai, tetapi IAEA, badan intelijen Barat, dan pihak lainnya menyebut Teheran memiliki program senjata nuklir yang terorganisasi hingga 2003.(dwi)