Presiden Prabowo Ingin Evakuasi 2 Ribu Warga Gaza, DPR: Bisa Jadi 'Bumerang' bagi Perjuangan Palestina

Rencana Presiden Prabowo Subianto mengevakuasi 2 ribu warga Gaza, Palestina ke Indonesia memicu kontroversi.
Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini menuturkan penempatan warga Gaza jauh dari Tanah Air mereka bisa menjadi preseden buruk. Bahkan, bisa membuat Israel berpikir bahwa eksodus warga Palestina adalah solusi permanen.
“Ini bisa menjadi bumerang terhadap perjuangan hak kembali (right of return) warga Palestina,” kata Amelia kepada wartawan di Jakarta dikutip Selasa (12/8).
Menurutnya, jangan sampai kebijakan ini malah menyulitkan Indonesia.
“Indonesia harus tetap berhati-hati agar solidaritas kemanusiaan ini, jangan sampai justru tidak menguntungkan Indonesia secara diplomasi,” tuturnya.
Amel menyebut seharusnya Indonesia mendorong negara-negara Arab yang secara geografis dan historis lebih dekat serta memiliki tanggung jawab moral dan politik terhadap Gaza.
Negara-negara seperti Mesir, Yordania, Qatar, atau Uni Emirat Arab memiliki kapasitas dan peran yang lebih besar dalam penyediaan layanan medis, baik melalui fasilitas di dalam kawasan maupun kerja sama dengan organisasi internasional.
“Ketimbang Indonesia justru mengambil langkah ekstrem dengan membawa korban konflik ke luar wilayah Timur Tengah,” papar Amel.
Amel juga mengingatkan pemerintah untuk melakukan kesiapan teknis, dan pendekatan strategis dalam kebijakan kemanusiaan ini. Hal itu menjadi penting agar tidak ada multitafsir atas langkah yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Menurutnya, penanganan medis seharusnya bersifat sementara, dengan waktu yang terukur dan koordinasi yang jelas bersama PBB, UNRWA, dan lembaga kemanusiaan internasional lainnya.
Bila terlalu lama, kata Amel, Indonesia justru bisa terseret pada krisis sosial domestik, terutama jika terjadi tekanan fasilitas, konflik budaya, atau kebocoran pengawasan
“Jangan sampai niat baik ini malah mengganggu sistem domestik kita sendiri karena persoalan logistik yang belum matang,” tambahnya.
Oleh sebab itu, Amel mendesak pemerintah untuk membuka ruang konsultasi dengan DPR, menyampaikan roadmap kebijakan ini secara terbuka, dan memastikan langkah ini tidak berdampak negatif terhadap perjuangan Palestina maupun kepentingan nasional Indonesia.
“Kebijakan luar negeri Indonesia harus tetap independen, bebas aktif, dan berorientasi pada kemanusiaan, bukan transaksional,” tutup Amelia. (Knu)