Sejarah Panjang Campak, Tercatat di Abad-9, Wabah Mematikan hingga Peran Vaksinasi

Pada 2025, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di Kabupaten Sumenep. Hingga Agustus 2025, jumlah kasus tercatat mencapai lebih dari 2.000 penderita, dengan 17 orang meninggal duna.
Penyakit campak yang saat ini terjadi di beberapa wilayah di Indonesia telah mewarnai perjalanan sejarah manusia selama berabad-abad.
Penyakit menular ini meninggalkan jejak berupa wabah mematikan, perkembangan ilmu kedokteran, hingga keberhasilan kesehatan masyarakat melalui program vaksinasi.
Asal Usul Campak
Dikutip dari historyofvaccines.org, pembedaan pertama antara campak dan cacar tercatat pada abad ke-9 oleh seorang dokter Persia, Rhazes (Muhammad ibn Zakariya al-Razi).
Ia menggambarkan gejala khas berupa ruam kemerahan dan gangguan pernapasan yang menjadi ciri infeksi virus campak.
Analisis genom menunjukkan bahwa virus campak (Measles virus/MeV) berevolusi dari virus rinderpest yang menyerang sapi.
Divergensi diperkirakan terjadi antara abad ke-6 SM hingga abad ke-12 M, seiring pertumbuhan populasi manusia yang cukup padat untuk memungkinkan penularan berkelanjutan.
Wabah Campak di Populasi Baru
Sejarah mencatat campak menjadi sangat mematikan ketika memasuki populasi yang belum memiliki kekebalan. Beberapa peristiwa penting antara lain:
- Kepulauan Faroe (1846): 75 persen populasi terinfeksi, dengan lebih dari 170 orang meninggal.
- Hawaii (1848): 30 persen masyarakat pribumi tewas akibat wabah campak.
- Fiji (1875): Sepertiga penduduk meninggal setelah campak masuk melalui kontak kolonial.
Selama Perang Dunia I, campak juga memakan lebih dari 3.200 korban jiwa di kalangan pasukan Amerika Serikat.
Komplikasi pneumonia meningkatkan angka rawat inap, sekaligus mendorong lahirnya kebijakan pengendalian infeksi yang kelak diterapkan dalam pandemi influenza 1918.
Kontroversi Vaksin Campak
Vaksin campak saat dikeluarkan dari boks penyimpanan milik Dinkes P2KB Sumenep, Jawa Timur.
Pada 1998, Andrew Wakefield menerbitkan sebuah studi di jurnal The Lancet yang kelak terbukti palsu. Penelitiannya mengaitkan vaksin MMR (measles, mumps, rubella) dengan autisme berdasarkan 12 kasus anak.Publikasi itu memicu kepanikan luas dan membuat tingkat vaksinasi menurun di berbagai negara.
Belakangan, investigasi menemukan adanya konflik kepentingan dan motif finansial. Wakefield kemudian dicabut izin praktiknya, sementara The Lancet menarik kembali artikel tersebut pada 2010.
Meski klaim itu terbukti salah, dampaknya masih terasa: lahirnya gerakan anti-vaksin dan meningkatnya kasus campak global.
Wabah Campak di Samoa
Pada 2019, Samoa mengalami wabah campak besar dengan lebih dari 5.700 kasus dan 83 kematian, mayoritas anak kecil. Wabah ini dipicu rendahnya cakupan vaksinasi setelah insiden medis pada 2018 yang menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap vaksin.
Tokoh anti-vaksin seperti Robert F. Kennedy Jr. turut memperburuk keadaan dengan menyebarkan disinformasi tentang bahaya vaksin MMR.
Akibatnya, pemerintah Samoa harus memberlakukan keadaan darurat, menutup layanan non-esensial, dan mewajibkan vaksinasi massal.
Peristiwa ini menjadi bukti nyata betapa berbahayanya hoaks kesehatan dan rendahnya cakupan imunisasi terhadap ancaman campak.
Terobosan Ilmiah dan Perkembangan Vaksin Campak
Pemahaman modern tentang virus campak berkembang pesat pada abad ke-20.
Pada 1954, John Enders dan Thomas Peebles berhasil mengisolasi virus campak dari seorang pasien. Maurice Hilleman kemudian menyempurnakan strain virus itu sehingga lahirlah vaksin yang lebih aman dan efektif pada 1968.
Beberapa tonggak penting vaksinasi campak antara lain:
- 1963: Vaksin campak pertama kali dilisensikan.
- 1971: Vaksin MMR (campak, gondongan, rubela) diperkenalkan.
- 1989: Penerapan regimen dua dosis MMR untuk meningkatkan kekebalan.
Berdasarkan data WHO, program vaksinasi campak berhasil mencegah 57 juta kematian di seluruh dunia antara tahun 2000 hingga 2020. Namun, penurunan cakupan vaksinasi menyebabkan kebangkitan wabah di sejumlah wilayah.
Karakteristik Penyakit Campak
ilustrasi vaksin campak.
Campak termasuk salah satu penyakit paling menular di dunia dengan angka reproduksi dasar (R₀) mencapai 12–18. Artinya, satu orang penderita dapat menularkan virus campak ke 12 hingga 18 orang lain yang rentan.Penderita mulai menular empat hari sebelum ruam muncul hingga empat hari setelahnya. Virus dapat bertahan di udara hingga dua jam, sehingga penularan mudah terjadi di ruang padat atau tertutup.
Gejala campak meliputi:
- Demam tinggi (bisa lebih dari 40°C).
- Batuk, pilek (coryza), dan mata merah berair (konjungtivitis).
- Bercak putih kecil di dalam mulut (Koplik spots).
- Ruam kulit dari wajah menyebar ke seluruh tubuh.
Komplikasi yang sering muncul antara lain diare, infeksi telinga, dan pneumonia. Dalam kasus berat, campak bisa menyebabkan ensefalitis (1 dari 1.000 kasus) hingga kematian.
Pada jangka panjang, campak dapat menimbulkan subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), kondisi degeneratif otak yang fatal.
Pentingnya Vaksinasi
Vaksinasi menjadi cara paling efektif mencegah campak. Dua dosis vaksin MMR terbukti memberi perlindungan 97 persen terhadap infeksi. Selain itu, cakupan imunisasi minimal 95 persen diperlukan untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity).
Strategi kunci untuk pencegahan campak meliputi imunisasi rutin anak, vaksinasi susulan bagi yang tertinggal, pemantauan wabah secara ketat, serta edukasi publik guna melawan disinformasi tentang vaksin.
Meski Amerika Serikat telah mengumumkan eliminasi campak pada tahun 2000, kasus baru kembali bermunculan akibat turunnya tingkat vaksinasi di beberapa komunitas.
Secara global, WHO mencatat 10,3 juta kasus campak pada tahun 2023, angka yang menegaskan pentingnya menjaga kekebalan populasi.
Sejarah menunjukkan, campak bukan sekadar penyakit anak-anak, melainkan ancaman kesehatan global. Meski vaksin campak telah menyelamatkan jutaan nyawa, disinformasi dan rendahnya cakupan imunisasi masih menjadi tantangan.
Menjaga kepercayaan publik pada vaksin, meningkatkan akses kesehatan, dan mempertahankan tingkat vaksinasi tinggi merupakan kunci untuk mengakhiri siklus wabah campak di masa depan.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!