Kehadiran Mobil Listrik Impor Bikin Industri Lokal Berdarah-darah

Mobil listrik impor dengan kondisi Completely Built Up (CBU) mulai ramai di pasar Indonesia. Sejumlah produk mampu menggoda konsumen di dalam negeri.

Apalagi pemerintah menyiapkan berbagai stimulus yang dapat dimanfaat. Semisal insentif untuk Battery Electric Vehicle (BEV) dari luar negeri.

Hal itu diklaim mampu mendongkrak populasi mobil listrik di Tanah Air. Menjadi sebuah catatan positif bagi negara.

Akan tetapi kebijakan tersebut justru dinilai memperkuat dominasi produk-produk impor. Lalu menghambat optimasi produksi mobil dalam negeri.

Mobil Listrik Volkswagen ID Buzz Tampil Beda di GIIAS 2025

“Sekarang impornya 63 persen BEV, sementara di 2024 itu (hanya) 40 persen,” ungkap Riyanto, pengamat otomotif dan peneliti LPEM FEB UI di Jakarta belum lama ini.

Riyanto menjelaskan, lonjakan populasi mobil listrik impor membuktikan Indonesia semakin bergantung pada produk-produk dari luar negeri.

Sedangkan industri otomotif di dalam negeri masih jauh dari kata optimal. Sehingga situasi tersebut berpeluang menghadirkan ketidakseimbangan pasar.

Otomatis dapat membuat para produsen lokal merugi. Pangsa pasar mereka tergerus dengan kehadiran EV CBU.

“Ke depan kalau terus begini akhirnya ya BEV impor akan dominan. Berarti yang produksi dalam negeri kapasitas terpasangnya tidak terpakai,” lanjut dia.

Tentu hal ini bikin was-was, mengingat banyak manufaktur yang telah berinvestasi cukup besar di Indonesia.

Jika kapasitas pabrik tidak berjalan maksimal, maka investasi tersebut berisiko besar tidak memberikan keuntungan sesuai harapan mereka.

“Mereka investasi berdarah-darah, itu juga membuat kita (Indonesia) secara kredibilitas kebijakannya tidak bisa dipercaya,” tutur Riyanto.

Industri Komponen Otomotif Menjerit

Di sisi lain Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, utilisasi industri mobil turun. Dari semula 73 persen menjadi hanya 55 persen saja.

Lalu penjualan mobil baru dari diler ke konsumen (retail) hanya 889.680 unit pada 2024. Jumlah tersebut merosot 10,9 persen dari 998.059 unit di 2023.

Kondisi ini diperparah dengan masuknya mobil listrik impor yang memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) rendah.

Dampaknya adalah industri komponen dalam negeri mulai menjerit. Ancamanan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sudah di depan mata.

“Pada 2024 kendaraan listrik itu semakin banyak, namun ini menekan kendaraan-kendaraan yang sudah diproduksi di dalam negeri,” ungkap Kukuh Kumara, Sekretaris Umum Gaikindo.

Harga Mobil Listrik Xpeng X9 dan G6 Bakal Diumumkan Bulan Depan

Perlu diingat, banyak manufaktur yang memproduksi kendaraan roda empat di dalam negeri menggandalkan pasokan komponen dari UMKM. Jadi bila penjualan terus anjlok maka industri lokal kian berdarah-darah.

Apalagi Kukuh menerangkan bahwa mobil-mobil yang sudah dirakit lokal, mengantongi TKDN berkisar 80 persen sampai 90 persen.

Dengan begitu serbuan EV CBU cukup menekan para pelaku usaha atau industri komponen otomotif di dalam negeri.

“Dampaknya jadi ke kandungan lokal yang berperan banyak untuk industri kendaraan bermotor kita. Karena ini ada tier satu, dua dan sebagainya,” tegas Kukuh.

Ia pun berharap pemerintah mau turun tangan memperbaiki kondisi yang ada. Selain itu mengevaluasi insentif mobil listrik impor telah dijalankan.