Misteri Kematian Diplomat Kemlu di Kos Menteng: Bunuh Diri atau Pembunuhan?

Kematian diplomat, Kementerian Luar Negeri, Bunuh Diri atau Pembunuhan, bunuh diri atau pembunuhan, Penyelidikan Kasus, Bunuh diri atau pembunuhan, Misteri Kematian Diplomat Kemlu di Kos Menteng: Bunuh Diri atau Pembunuhan?, Apakah Kematian Ini Bunuh Diri atau Pembunuhan?, Apa Arti Arah Lakban dalam Kasus Ini?, Mengapa Data Digital Sangat Penting?, Apakah Lingkungan Sosial Berpengaruh?, Bagaimana Aspek Psikologis Memainkan Peran?, Kapan Proses Penyelidikan Selesai?

— Kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), ADP (39), meninggalkan berbagai pertanyaan dan misteri.

Diplomat ADP ditemukan dalam kondisi mengenaskan di kamar kosnya di Menteng, Jakarta Pusat, dengan kepala terbungkus lakban dan pintu kamar yang terkunci dari dalam.

Tidak ada tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban. Barang-barang di kamar kosnya pun masih rapi dan tidak ada benda berharga yang hilang.

Dalam rekaman CCTV di tempat kos pun tidak terlihat aktivitas mencurigakan.

kejanggala tersebut membuat publik bertanya-tanya, apakah diplomat ADP tewas karena dibunuh atau bunuh diri?

Apakah Kematian Ini Bunuh Diri atau Pembunuhan?

Kriminolog dari Universitas Indonesia, Haniva Hasna, menjelaskan bahwa penyebab kematian ADP tidak dapat dengan mudah dikategorikan sebagai bunuh diri atau pembunuhan.

Menurutnya, kasus ini tergolong jarang terjadi dan tidak biasa.

"Secara kriminologi, ini unnatural suicide (bunuh diri tidak wajar). Namun, secara statistik sulit dilakukan secara penuh seorang diri," ujar Haniva dalam penjelasannya kepada Kompas.com, pada Jumat, (11/7/2025).

Apa Arti Arah Lakban dalam Kasus Ini?

Haniva menekankan bahwa arah lakban yang melilit kepala korban bisa menjadi petunjuk penting dalam mengungkap penyebab kematian.

"Kalau (ujung lakban) dimulai dari mulut, maka ada kemungkinan korban dibungkam. Kalau (ujung lakban) terakhir di hidung, ada kemungkinan bunuh diri," jelasnya.

Namun, Haniva menambahkan bahwa ia belum dapat menarik kesimpulan akhir tanpa adanya bukti forensik yang lengkap.

Sampai saat ini, tidak ditemukan bukti kekerasan di tubuh korban.

Seharusnya, jika ini adalah bunuh diri, terdapat indikasi seperti kasur atau pakaian yang berantakan akibat refleks tubuh saat berusaha menahan napas.

"Sebab, ketika manusia bunuh diri, secara naluri survival otak akan merangsang refleks motorik ke beberapa bagian tubuh," ungkap Haniva.

Mengapa Data Digital Sangat Penting?

Selain analisis fisik, Haniva juga menekankan pentingnya pemeriksaan terhadap ponsel milik korban.

Data dalam ponsel tersebut dapat membantu mengungkap motif atau komunikasi terakhir yang dilakukan sebelum kematian.

"Ponsel itu benda paling dekat dengan korban. Kalau semua datanya terhapus, itu patut dicurigai. Artinya ada kemungkinan intervensi pihak lain. Dan kalau hal itu terjadi, ini bisa merupakan rekayasa," jelas Haniva.

Ia juga menambahkan bahwa korban bunuh diri biasanya meninggalkan pesan tertentu, baik secara tertulis maupun digital.

Apakah Lingkungan Sosial Berpengaruh?

Dalam proses penyelidikan, Haniva merekomendasikan agar pihak penyidik menggali informasi dari lingkungan sosial korban, termasuk keluarga dan rekan kerja.

"Dalam setiap pembunuhan, orang yang pertama wajib dicurigai adalah orang terdekat. Dari sini bisa diketahui aktivitas korban beberapa hari atau bulan terakhir," jelasnya.

Ia memperingatkan bahwa jika kasus ini tidak terungkap, potensi kejahatan serupa di masa mendatang bisa meningkat.

"Kalau ini tidak terungkap, pelaku potensial bisa meniru cara yang sama. Maka penting untuk mengungkap tuntas demi mencegah korban lain," tegas Haniva.

Bagaimana Aspek Psikologis Memainkan Peran?

Kriminolog lainnya dari UI, Yogo Tri Hendiarto, menambahkan bahwa aspek mental dan psikologis korban juga perlu diperhatikan.

Latar belakang hubungan sosial, kondisi pekerjaan, serta kemungkinan adanya tekanan emosional harus diteliti lebih lanjut.

"Harus diketahui juga terkait isu mental, sosial, atau konflik yang korban alami beberapa waktu terakhir," ujar Yogo kepada Kompas.com, pada Jumat (11/7/2025).

Kapan Proses Penyelidikan Selesai?

Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto, menyatakan bahwa timnya menargetkan penyelidikan kasus ini selesai dalam waktu satu minggu.

Berbagai barang bukti seperti rekaman CCTV, laptop, dan hasil otopsi sedang dianalisis secara menyeluruh.

Pada Jumat (11/7/2025), polisi juga melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) lanjutan dengan dukungan tim forensik dari Kedokteran Kepolisian, Inafis Bareskrim Polri, dan RSCM.

Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, menegaskan bahwa pengalihan kasus ini ke Polda Metro Jaya bertujuan untuk mempercepat proses penyelidikan.

"Tujuannya adalah untuk peningkatan kecepatan proses pengungkapan perkara," ujar Ade Ary.

"Pada prinsipnya, penanganan kasus ini akan kami tangani dengan sebaik-baiknya," tutup Ade Ary.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .