Tak Nikmati Hasil Korupsi Impor Gula, Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Penjara

Tom Lembong, vonis Tom Lembong, korupsi impor gula, vonis tom lembong, Tom Lembong divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara, hasil putusan tom lembong, Tak Nikmati Hasil Korupsi Impor Gula, Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Penjara

Mantan Menteri Perdagangan periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara dalam kasus korupsi importasi gula.

Selain itu, ia juga dijatuhi denda sebesar Rp 750 juta dengan subsidair enam bulan kurungan jika tidak dibayar.

Putusan ini dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Jumat (18/7/2025).

Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika menyebut, Tom terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair dari jaksa penuntut umum.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan," kata Hakim Dennie dalam amar putusannya.

Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, yang sebelumnya meminta hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair enam bulan kurungan.

Tak Terima Uang Korupsi, Tom Lolos dari Uang Pengganti

Meski terbukti bersalah, majelis hakim tidak mewajibkan Tom Lembong membayar uang pengganti kerugian negara. Hakim menyatakan bahwa tidak ada bukti Tom menikmati hasil dari tindak pidana yang dilakukannya.

"Kepada terdakwa tidak dikenakan ketentuan Pasal 18 Ayat 1 Huruf b UU Tipikor karena faktanya terdakwa tidak memeroleh harta benda dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa,” ujar hakim anggota Alfis Setiawan.

Majelis hakim juga mempertimbangkan beberapa hal yang meringankan: Tom belum pernah dihukum, bersikap sopan dan kooperatif selama persidangan, serta telah menitipkan sejumlah uang ke Kejaksaan Agung saat penyidikan sebagai bentuk tanggung jawab.

Hakim: Kebijakan Tom Lebih Kapitalis, Abaikan Konsumen

Dalam pertimbangannya, majelis hakim mengungkapkan bahwa kebijakan Tom Lembong selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan cenderung berpihak pada kepentingan ekonomi kapitalis dan mengabaikan prinsip keadilan sosial dalam UUD 1945.

“Terdakwa saat menjadi Mendag, pemegang kekuasaan pemerintahan di bidang perdagangan, kebijakan menjaga ketersediaan gula nasional dan stabilitas harga gula nasional terkesan lebih mengedepankan ekonomi kapitalis dibandingkan dengan sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila berdasarkan UUD 1945 yang mendepankan kesetaraan umum dan keadilan sosial,” ujar hakim Alfis.

Hakim juga menyoroti kegagalan Tom dalam menjaga stabilitas harga gula kristal putih (GKP), yang tetap tinggi selama tahun 2016. Harga GKP tercatat Rp 13.149 per kilogram pada Januari dan meningkat menjadi Rp 14.213 per kilogram pada Desember.

Empat hal yang memberatkan vonis Tom Lembong, antara lain:

  1. Kebijakan perdagangan lebih berpihak pada ekonomi kapitalis.
  2. Tidak menjadikan hukum dan peraturan perundangan sebagai dasar kebijakan.
  3. Tidak memenuhi asas keadilan dan keterjangkauan harga untuk masyarakat.
  4. Mengabaikan hak konsumen terhadap harga gula yang stabil dan murah.

Latar Belakang Kasus: 21 Izin Impor Gula tanpa Rapat Koordinasi

Perkara ini bermula dari kebijakan Tom Lembong yang menerbitkan 21 surat persetujuan impor (PI) gula kristal mentah untuk sejumlah perusahaan swasta dan koperasi. Izin tersebut dikeluarkan dengan alasan untuk menjaga stok dan stabilitas harga gula di dalam negeri.

Namun, menurut majelis hakim, penerbitan izin dilakukan tanpa melalui rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga seperti yang diamanatkan oleh peraturan yang berlaku. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut, kebijakan itu menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar dan memperkaya para pengusaha swasta.

Jaksa kemudian menjerat Tom dengan dakwaan melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Suasana Sidang Vonis: Lagu Kebangsaan Bergema di Ruang Sidang

Sidang vonis Tom Lembong berlangsung dengan pengawalan ketat di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat siang. Tom yang mengenakan kemeja putih sempat mengalami kesulitan memasuki ruang sidang karena banyaknya massa simpatisan yang datang memberikan dukungan.

Sekitar pukul 13.48 WIB, Tom akhirnya berhasil masuk ke ruang sidang. Momen mengharukan terjadi saat ia berjalan menuju kursi terdakwa—para simpatisan menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan penuh semangat.

"Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku...," terdengar nyanyian para pendukung yang memecah keheningan ruang sidang.

Tom duduk tenang, menyimak putusan yang dibacakan majelis hakim satu per satu. Wajahnya datar, tanpa ekspresi emosional yang mencolok. Ia hanya menunduk dan sesekali mengangguk saat mendengar vonis.