Sidang Korupsi Impor Gula, Tom Lembong Sebut Terbitkan 21 Izin Sesuai Arahan Jokowi

Sidang Korupsi Impor Gula, Tom Lembong Sebut Terbitkan 21 Izin Sesuai Arahan Jokowi

Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong kembali menjalani sidang kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015–2016, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (1/7).

Dalam kesaksiannya, Tom mengungkapkan bahwa penerbitan 21 izin impor gula yang dilakukannya saat menjabat Menteri Perdagangan merupakan bagian dari pelaksanaan kebijakan stabilisasi harga pangan nasional yang diarahkan langsung oleh Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

"Apa sebenarnya tujuan dari yang saudara ingin capai dengan menerbitkan 21 izin impor? Apa tujuannya?" tanya jaksa.

Tom menjelaskan, penerbitan izin impor tersebut dilakukan berdasarkan hasil rapat koordinasi terbatas (rakortas) dan ditujukan untuk membentuk cadangan stok gula nasional, baik di tingkat pusat maupun daerah.

"Guna mencapai tujuan kebijakan yang diarahkan oleh Bapak Presiden untuk menstabilkan dan kemudian sejauh mungkin meredam harga bahan pangan. Termasuk sesuai aturan yang diterbitkan dengan harga gula secepat mungkin," jawab Tom.

Jaksa kemudian menyoroti bahwa dalam Permendag Nomor 117, dinyatakan bahwa stabilisasi harga dan stok dapat dilakukan dengan menugaskan BUMN untuk mengimpor gula kristal putih. Jaksa mempertanyakan alasan Tom justru memberikan izin impor kepada perusahaan swasta.

"Apa yang menjadi dasar pertimbangan sehingga tadi kan saudara memberikan tujuannya untuk stabilisasi dan stok. Apa yang menjadi pertimbangan saudara sehingga memberikan persetujuan impor kepada perusahaan swasta? Apa yang menjadi latar belakang tujuannya?" tanya jaksa kembali.

Tom menyatakan pada saat itu Indonesia sudah memasuki masa di luar musim giling tebu sehingga tidak ada produksi gula dalam negeri. Ia juga mengaku menindaklanjuti usulan dari Menteri Pertanian dan Deputi Menko Bidang Pangan agar impor lebih difokuskan pada gula mentah, bukan gula putih.

"Kedua, tentunya saya menindaklanjuti usulan dari Bapak Menteri Pertanian dan juga dari Ibu Deputi Menko Bidang Pangan agar sejauh mungkin yang diimpor adalah gula mentah bukan gula putih," kata Tom.

"Impor gula mentah memberikan nilai tambah lebih besar bagi industri domestik dibandingkan impor gula putih," sambung Tom.

Ia juga memaparkan bahwa pabrik gula milik BUMN pada saat itu tidak beroperasi di luar musim giling karena masih menggunakan mesin-mesin lama peninggalan kolonial yang hanya bisa dijalankan dengan bahan bakar bagas atau ampas tebu.

"Terakhir, karena industri gula BUMN yang sesuai keterangan saksi lain, dalam persidangan juga dikonfirmasi adalah mesin-mesin peninggalan zaman kolonial menggunakan sebagai bahan bakar bagas atau ampas-ampas daripada tebu petani," kata Tom.

Ia menerangkan tentunya di luar musim giling atau musim panen tidak ada bahan bakar. Jadi semua pabrik gula BUMN saat itu tutup.

"Jadi yang mempunyai kapasitas untuk memproduksi gula putih saat itu hanya industri gula swasta yang mesin-mesinnya menggunakan sebagai bahan bakar batubara atau diesel atau bahan bakar lainnya, bahan bakar selain bagas atau ampas-ampas tebu," tandasnya. (Pon)