Kepastian Kebijakan Kendaraan Listrik di Indonesia: Tanggapan BYD

Berbagai insentif pemerintah terhadap kendaraan listrik di Indonesia, termasuk impor dalam bentuk utuh atau completely built-up (CBU) seperti tertuang dalam Permen Investasi/Kepala BKPM Nomor 1 Tahun 2024, akan berakhir pada pengujung 2025.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Divisi Marketing dan PR BYD Indonesia, Luther Pandjaitan, menyampaikan bahwa pihaknya masih menanti kepastian lebih lanjut dari pemerintah terkait arah kebijakan ke depan.
"Kami masih belum menerima informasi resmi, tetapi kami selalu berharap agar kebijakan pemerintah konsisten. Karena konsistensi ini penting untuk membangun kepercayaan, baik dari sisi pelaku industri maupun konsumen," ujar Luther saat ditemui di Lombok, Rabu (21/5/2025).
Sebab, pembangunan pabrik di dalam negeri bukan hanya dilakukan untuk memenuhi syarat insentif, tetapi merupakan bagian dari strategi jangka panjang perusahaan di pasar Indonesia.
Luther menambahkan bahwa produksi lokal juga bertujuan untuk menjawab tantangan industri kendaraan listrik, meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri (TKDN), serta memperkuat posisi BYD di pasar nasional.
"Kami tetap on track. Selama kami bisa mengoptimalkan TKDN dan memenuhi komitmen kepada pemerintah, kami akan terus dorong realisasi produksi lokal di Indonesia," tambahnya.
Di antaranya adalah pembebasan bea masuk yang semestinya dikenakan sebesar 50 persen, pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 15 persen, serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang hanya dibebankan sebesar 2 persen berkat skema PPN Ditanggung Pemerintah (DTP).
Insentif ini berlaku hingga 31 Desember 2025, sebagaimana tercantum dalam Permen Investasi/Kepala BKPM No 1/2024 yang dilanjutkan dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2023.