Strategi BYD Jaga Resale Value Mobil Listrik di Indonesia

Harga jual kembali, mobil listrik, BYD Indonesia, GIIAS 2025, harga jual kembali, Strategi BYD Jaga Resale Value Mobil Listrik di Indonesia

Harga jual kembali atau resale value masih menjadi pertimbangan utama bagi masyarakat Indonesia saat membeli mobil, termasuk kendaraan listrik berbasis baterai alias battery electric vehicle (BEV).

PT BYD Motor Indonesia selaku produsen mobil listrik asal China menyadari hal ini.

Meski Atto 1 dijual dengan harga yang sangat terjangkau, perusahaan tetap memiliki strategi agar nilainya tidak cepat merosot di pasar mobil bekas.

Harga jual kembali, mobil listrik, BYD Indonesia, GIIAS 2025, harga jual kembali, Strategi BYD Jaga Resale Value Mobil Listrik di Indonesia

BYD Atto 1

Resale value itu bagian dari kultur kita di Indonesia. Bahkan sebelum beli, orang sudah tanya harga bekasnya berapa,” ujar Luther T Panjaitan, Head of Public and Government Relations BYD Indonesia, saat ditemui di GIIAS 2025, ICE BSD, Tangerang, Jumat (25/7/2025).

Namun, ia menekankan bahwa pasar mobil listrik bekas masih dalam tahap awal.

Sebagian besar model baru dirilis dalam dua tahun terakhir, sehingga belum ada rekam jejak harga bekas yang cukup untuk menjadi acuan.

“Menurut kita, ini masih terlalu awal untuk bicara soal pasar mobil listrik bekas. Bahkan produk BYD yang paling lama juga belum sampai dua tahun,” ucapnya.

Harga jual kembali, mobil listrik, BYD Indonesia, GIIAS 2025, harga jual kembali, Strategi BYD Jaga Resale Value Mobil Listrik di Indonesia

BYD Atto 1

Untuk itu, perseroan memilih fokus menjaga harga jual mobil baru tetap stabil.

Tujuannya supaya tidak terjadi koreksi harga atau spekulasi yang bisa berdampak pada nilai jual kembali ke depan.

“Melalui diler, kami jaga betul agar demand dan supply tetap seimbang supaya tak ada persaingan harga antar-diler yang membuat harga kendaraan jadi turun,” ujar Luther.

Ia menambahkan, dengan pasar yang sehat, kompetisi yang tercipta pun akan lebih adil, yakni antara produk dan merek, bukan dalam bentuk perang harga.

Luther kemudian membandingkan kondisi ini dengan perubahan tren dari mobil bertransmisi manual ke otomatis (matik) beberapa dekade silam.

Dulu, mobil matik sempat diragukan daya jual kembalinya, tetapi kini justru menjadi pilihan utama konsumen Indonesia.

Menurutnya, hal serupa juga akan terjadi pada kendaraan listrik.

Ketika populasi bertambah dan masyarakat semakin memahami manfaatnya, nilai jual kembali akan terbentuk secara alami.

“Dulu, waktu matik baru masuk, pasar mobil bekasnya rendah karena semua orang mau beli manual. Tapi lihat sekarang, 50 persen kendaraan sudah matik. Jadi ini hanya soal waktu,” jelasnya.

Sebagai langkah strategis jangka pendek, perusahaan secara aktif menjaga stabilitas harga kendaraan barunya lewat pengawasan ketat di jaringan diler untuk menghindari koreksi harga atau spekulasi yang bisa merusak ekosistem pasar.

“Secara praktikal, kami melakukan way out jangka pendek, yaitu menjaga kompetisi di sisi harga. Kami pastikan harga kendaraan terjaga dengan baik, permintaan dan pasokan stabil, agar tidak terjadi perang harga antar diler,” tutur Luther.