Benarkah Tanah Tak Bersertifikat Diambil Negara pada 2026? Ini Penjelasan Kementerian ATR/BPN

sertifikat, Sertifikat tanah, tanah negara, Kementerian ATR/ BPN, Benarkah Tanah Tak Bersertifikat Diambil Negara pada 2026? Ini Penjelasan Kementerian ATR/BPN, Apa Itu Girik, Verponding, dan Letter C?, Apakah Tanah Tak Bersertifikat Akan Diambil Negara?, Mengapa Tahun 2026 Jadi Sorotan?, Masyarakat Diminta Tak Panik, Segera Sertifikatkan Tanah

Isu soal tanah tanpa sertifikat akan diambil alih oleh negara mulai 2026 ramai beredar di masyarakat.

Banyak yang khawatir, terutama pemilik lahan dengan bukti girik, letter C, atau verponding yang belum terdaftar secara resmi.

Menanggapi hal ini, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memberikan penjelasan tegas dan resmi.

Penegasan Kementerian ATR/BPN soal Isu Tanah Tak Bersertifikat 2026

Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian ATR/BPN, Asnaedi, menyatakan bahwa informasi yang menyebut tanah tanpa sertifikat akan diambil negara pada 2026 adalah tidak benar.

"Jadi informasi terkait tanah girik yang tidak didaftarkan hingga 2026 nanti tanahnya akan diambil negara itu tidak benar," ujar Asnaedi dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (1/7/2025).

Apa Itu Girik, Verponding, dan Letter C?

Menurut Asnaedi, girik, verponding, dan surat tanah lama lainnya tidak diakui sebagai alat bukti kepemilikan yang sah dalam sistem hukum pertanahan saat ini.

Namun, dokumen tersebut tetap dapat dijadikan petunjuk adanya penguasaan atau bekas hak atas sebidang tanah.

"Ini seperti yang tertuang di UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang mana bekas hak lama seperti girik ini dapat dilakukan pengakuan, penegasan, dan konversi sesuai peraturan," jelasnya.

Apakah Tanah Tak Bersertifikat Akan Diambil Negara?

Asnaedi menegaskan bahwa negara tidak akan merampas tanah milik masyarakat meskipun belum bersertifikat.

Selama masih ada bukti penguasaan dan keberadaan tanah, hak atas tanah tersebut tetap diakui.

"Kalau itu giriknya ada, tanahnya ada, ia juga tetap menguasai tanah miliknya, ya enggak ada kaitannya itu diambil oleh negara," katanya.

Mengapa Tahun 2026 Jadi Sorotan?

Pasal 96 dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 menyebutkan bahwa bukti tertulis atas tanah bekas milik adat wajib didaftarkan paling lambat lima tahun sejak PP tersebut diberlakukan.

Artinya, batas akhir pendaftaran tanah adat adalah pada tahun 2026.

Meski demikian, aturan ini bukan berarti negara akan mengambil alih tanah yang belum didaftarkan.

Sebaliknya, pemerintah justru mendorong masyarakat untuk segera mendaftarkan tanahnya agar memiliki kekuatan hukum melalui sertifikat resmi dari BPN.

Masyarakat Diminta Tak Panik, Segera Sertifikatkan Tanah

Kementerian ATR/BPN memastikan bahwa tujuan kebijakan ini adalah memberikan kepastian hukum, bukan mencabut hak masyarakat atas tanah.

"Kami harapkan masyarakat tidak perlu khawatir. Justru ini jadi momentum agar masyarakat segera menyertifikatkan tanahnya. Negara hadir untuk memberikan kepastian hukum, bukan mengambil hak masyarakat," kata Asnaedi.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .