Top 5+ Cara Sembuhkan Luka Batin akibat Pola Asuh Otoriter Menurut Psikolog

Cobalah bertanya ke diri sendiri, apakah ada pola asuh orangtua dulu yang masih membekas ke hati hingga saat ini?
Tidak sedikit orang yang tumbuh besar dengan pola asuh otoriter atau gaya parenting VOC merasa masih membawa “luka batin” hingga dewasa. Pola asuh yang keras sering meninggalkan jejak emosional yang membekas, seperti rasa takut, sulit percaya diri, dan hubungan yang rumit dengan orang lain.
Namun, apakah luka batin masa kecil bisa sembuh?
Luka batin akibat parenting otoriter
Apakah luka batin akibat parenting otoriter bisa sembuh?
Psikolog Klinis Ratih Ibrahim, M.M dalam acara peluncuran kemasan baru Cussons Baby di Ganara Art Space Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2025).
Psikolog Klinis Ratih Ibrahim, M.M. menyampaikan, setiap orang memiliki peluang untuk bangkit dan pulih.
Menurutnya, kunci utama ada pada daya resiliensi yang sudah Tuhan berikan pada manusia.
“Bisa, luka batin ini akan sembuh karena Tuhan memberikan manusia sebuah daya untuk sembuh, namanya daya resiliensi,” kata Ratih dalam acara Cussons Baby Peluncuran Kemasan Baru di Ganara Art Space Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2025).
Daya resiliensi adalah cara menghadapi situasi sulit dan trauma dengan respons yang lebih positif.
Resiliensi inilah yang menjadi bekal agar seseorang mampu bangkit dari pengalaman pahit, termasuk pola asuh otoriter yang mungkin membuat masa kecil terasa berat.
Cara sembuhkan luka batin akibat pola asuh otoriter
1. Mendefinisikan diri dengan jujur
Banyak orang membawa luka batin dari pola asuh otoriter masa kecil. Simak langkah dari psikolog agar kamu bisa berdamai dan melangkah lebih bahagia.
Langkah awal yang disarankan Ratih adalah berani mendefinisikan diri sendiri. Ia menambahkan, seseorang perlu jujur bertanya pada diri, yaitu ‘Sebenarnya saya ini siapa?’.
“Caranya dengan mendefinisikan diri sendiri, tanya ke diri sendiri. Sebetulnya kita ini siapa? Korban, survivor, atau memang tidak berdaya? Rumuskan definisi diri kamu dengan baik,” ujar Ratih.
Dengan mendefinisikan diri, seseorang bisa lebih mudah menentukan arah hidup tanpa terus terjebak dalam luka masa lalu.
2. Menghargai apa yang dimiliki
Banyak orang membawa luka batin dari pola asuh otoriter masa kecil. Simak langkah dari psikolog agar kamu bisa berdamai dan melangkah lebih bahagia.
Langkah berikutnya adalah mengingat kembali hal-hal yang sudah dimiliki, sekecil apa pun itu.
Ratih menekankan pentingnya menghargai hal sederhana yang ada dalam diri agar kamu lebih bersyukur dan melihat hal-hal yang positif dari diri sendiri.
“Kemudian, tanya ke diri sendiri, apa yang saya punya? Seringkali kita mengimpikan hal-hal yang tidak dimiliki, alhasil lupa untuk menghargai apa yang sudah dimiliki,” katanya.
“Tidak harus menyebutkan hal-hal besar yang dimiliki, sesederhana kamu bersyukur punya dua kaki yang sehat atau punya rambut yang bagus juga sudah cukup karena di luar sana ada yang tidak seberuntung kamu,” lanjutnya.
Sikap bersyukur ini akan membantu seseorang membangun pondasi yang lebih kuat untuk berdamai dengan dirinya sendiri.
3. Mengenali kekuatan diri
Banyak orang membawa luka batin dari pola asuh otoriter masa kecil. Simak langkah dari psikolog agar kamu bisa berdamai dan melangkah lebih bahagia.
Ratih juga menekankan pentingnya refleksi terhadap kemampuan pribadi. Dengan cara ini, seseorang bisa menemukan sumber kekuatan dari dalam diri.
“Lalu, refleksikan pada diri kamu, 'Saya bisa apa?' Hal ini akan menjadi sumber kekuatan dari dalam diri untuk sembuh,” ujarnya.
Kekuatan ini yang nantinya membantu proses penyembuhan dan membuat seseorang lebih percaya diri dalam menghadapi kehidupan.
4. Membuat narasi baru atas luka masa lalu
Banyak orang membawa luka batin dari pola asuh otoriter masa kecil. Simak langkah dari psikolog agar kamu bisa berdamai dan melangkah lebih bahagia.
Ketika mulai merasa lebih pulih, Ratih menyarankan agar seseorang meninjau kembali pengalaman pahit yang pernah dialami.
Alih-alih terus menganggapnya sebagai ketidakadilan, pengalaman tersebut bisa didefinisikan dengan cara yang lebih positif.
“Misalnya, apakah kamu mau selamanya menganggap itu sebagai ketidakadilan dan sampai mati kamu dendam dengan orangtua kamu?,” tutur dia.
Supaya bisa benar-benar berdamai, kamu bisa lihat sisi positif dari gaya asuh otoriter yang pernah kamu alami.
Bukan untuk menolak apa yang terjadi, tapi melihat sisi positif bisa membuat hati kamu lebih lapang dan tidak terbawa dendam dalam waktu yang lama.
Hal ini dapat membuat kamu mudah sembuh dan bangkit menjadi versi diri yang lebih baik.
“Kamu bisa pilih narasi yang lebih positif, seperti kejadian tersebut membuat saya lebih mandiri, lebih pintar, dan membuat saya paham kriteria pasangan hidup yang ingin saya miliki seperti apa,” jelasnya.
Dengan membangun narasi baru, luka masa lalu tidak lagi menjadi beban, melainkan batu loncatan untuk tumbuh lebih kuat dan bijak.
5. Pahami kalau kamu berharga
Banyak orang membawa luka batin dari pola asuh otoriter masa kecil. Simak langkah dari psikolog agar kamu bisa berdamai dan melangkah lebih bahagia.
Setiap orang berhak sembuh dari luka masa lalu. Ratih menegaskan, kuncinya bukan melupakan, melainkan mendefinisikan ulang pengalaman dengan cara yang lebih sehat.
Pahamilah kalau diri kamu berharga dan harus berbahagia. Melihat suatu kejadian dengan perspektif berbeda bisa membuat hati lebih tenang dan langkah ini jadi bentuk mencintai diri sendiri.
Dengan kasih pada diri sendiri, resiliensi, serta keberanian membangun narasi positif, seseorang bisa berdamai dengan masa lalu dan melangkah ke depan dengan lebih tenang.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!