Heboh! Korban Teror Pinjol Gugat AdaKami Rp 2 Miliar, Begini Kronologinya!

Heboh! Korban Teror Pinjol Gugat AdaKami Rp 2 Miliar, Begini Kronologinya!, Rincian Teror yang Dialami NS, Langkah Hukum yang Diambil, Tuntutan kepada Pihak Terkait, Respons AdaKami, Kesimpulan:
Heboh! Korban Teror Pinjol Gugat AdaKami Rp 2 Miliar, Begini Kronologinya!

Seorang perempuan berinisial NS telah membuka akses ke publik tentang duduk perkara teror yang dialaminya oleh penagih pinjaman daring (pinjol) dari PT Pembiayaan Digital Indonesia, atau lebih dikenal sebagai AdaKami. Sejak pertengahan Juni lalu, NS menjadi sasaran ratusan panggilan telepon dari debt collector yang menagih utang padahal ia sama sekali tidak pernah meminjam uang di platform tersebut.

NS, yang menggunakan nama samaran untuk melindungi identitasnya, merasa marah karena ia mendapatkan tekanan psikologis yang signifikan akibat tindakan penagihan sewenang-wenang dari AdaKami. Ia pun akhirnya mengambil langkah hukum dengan menggugat perusahaan sebesar Rp 2,005 miliar, termasuk kompensasi atas kerugian materiil dan immateriil.

Rincian Teror yang Dialami NS

Kuasa hukum NS, Bangun Simamora, mencatat bahwa ada total 310 panggilan telepon masuk ke ponsel kliennya selama periode 18 Juni hingga 14 Juli 2025. Debt collector dari AdaKami tidak hanya menagih di jam kerja tetapi juga melakukan kontak di luar jam kerja, bahkan hingga pukul sepuluh malam.

Selain itu, penagih utang juga memberikan ancaman kepada NS, seperti mempermalukannya di media sosial jika ia tidak membayar pinjaman yang tidak pernah ia ajukan. "Diancam dipermalukan, diteror berkali-kali," ungkap Bangun dalam wawancaranya dengan Tempo pada Selasa, 26 Agustus 2025.

Bangun juga mencurigai adanya penyalahgunaan data pribadi klien, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), yang diduga berasal dari internal maupun eksternal AdaKami. Menurutnya, tak mungkin platform fintech memiliki data pribadi seseorang tanpa proses registrasi resmi.

Langkah Hukum yang Diambil

Setelah mendapatkan perlakuan tidak etis tersebut, Bangun sudah dua kali mengirimkan somasi ke AdaKami. Somasi ini dilayangkan karena perusahaan dinilai melawan hukum dengan meneror, menagih pinjaman dari korban penyalahgunaan data pribadi, serta mengganggu privasi kliennya.

Meski aktivitas teror berkurang setelah pengiriman somasi, Bangun menegaskan bahwa perilaku AdaKami tidak bisa dibiarkan begitu saja. Oleh karena itu, NS mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 852/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL. Sidang perdana rencananya akan digelar pada Rabu, 3 September 2025.

Dalam gugatan ini, NS meminta kompensasi sebesar Rp 2,005 miliar, terdiri dari:

  • Rp 5 juta sebagai kerugian materiil.
  • Rp 2 miliar sebagai kerugian immateriil akibat tekanan psikologis dan risiko kesehatan yang timbul dari teror.

NS menjelaskan bahwa kerugian materiil ini setara dengan dampak buruk terhadap kondisi kesehatannya, termasuk stres, kecemasan, dan penurunan produktivitas yang membuatnya harus bekerja dari rumah (working from home/WFH).

Selain itu, NS juga meminta AdaKami untuk mempublikasikan permintaan maaf di media nasional selama dua hari berturut-turut dengan ukuran seperempat halaman.

Tuntutan kepada Pihak Terkait

Dalam gugatan ini, NS juga menyertakan beberapa pihak sebagai turut tergugat, yaitu:

  • Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
  • Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia.
  • PT Bank KEB Hana Indonesia.

NS meminta OJK mencabut izin operasional AdaKami karena telah melakukan perbuatan melawan hukum. Sementara itu, ia juga meminta Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia membentuk komite khusus untuk menjatuhkan sanksi kepada AdaKami sebagai anggota asosiasi.

Jika AdaKami gagal mematuhi putusan perkara, perusahaan didesak untuk membayar uang paksa sebesar Rp 1 juta per hari hingga kewajiban tersebut diselesaikan.

Respons AdaKami

Melalui Chief of Public Affairs, Karissa Sjawaldy, AdaKami menyatakan bahwa perusahaan menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. "AdaKami akan menghormati dan mengikuti seluruh proses hukum yang akan berlangsung. Saat ini, kami sedang berkoordinasi di internal terkait hal ini," kata Karissa dalam keterangan tertulis kepada Tempo, Selasa, 26 Agustus 2025.

Karissa menegaskan bahwa AdaKami adalah platform pinjaman daring yang telah berizin dan diawasi langsung oleh OJK. Perusahaan juga mengklaim selalu memastikan kenyamanan pengguna sesuai ketentuan yang berlaku.

Kesimpulan:

Kasus NS melawan AdaKami menjadi contoh nyata bagaimana korban penyalahgunaan data pribadi dapat menghadapi tekanan psikologis dari praktik penagihan sewenang-wenang. Gugatan senilai Rp 2 miliar ini diharapkan menjadi peringatan bagi perusahaan fintech agar lebih bertanggung jawab dalam melindungi data pelanggan dan menjaga etika penagihan. Bagaimana menurut Anda?