Operasi Patuh Jadi Cermin Budaya Tertib Lalu Lintas Masih Lemah

Operasi Patuh yang rutin digelar setiap tahun oleh kepolisian dinilai menjadi indikator bahwa budaya tertib berlalu lintas di Indonesia masih belum sepenuhnya terbentuk.
Menurut Agus Sani, Head of Safety Riding Promotion Wahana, jika budaya berkendara yang aman dan tertib sudah menjadi kebiasaan, seharusnya masyarakat bisa disiplin tanpa harus diawasi melalui operasi penertiban di jalan raya.
“Kalau berkendara aman sudah benar-benar menjadi budaya, mungkin banyak pengendara akan sadar dan patuh aturan tanpa harus diawasi atau ditakut-takuti tilang,” kata Agus kepada Kompas.com, Minggu (14/7/2025).
Agus menjelaskan, perilaku pengendara seharusnya sudah otomatis mengikuti aturan, seperti memakai helm, melengkapi surat-surat kendaraan, hingga mematuhi rambu lalu lintas.
Namun, ia menyayangkan bahwa fakta di lapangan masih banyak pengendara yang melanggar aturan dasar berkendara.
Setiap tahun, operasi kepolisian masih menemukan pengendara motor tanpa helm, berboncengan lebih dari satu, hingga membawa anak kecil tanpa perlengkapan keselamatan.
Beberapa motor lawan arus di persimpangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (11/2/2025).
“Belum lagi yang melawan arus, nerobos lampu merah, pakai HP sambil naik motor, kendaraan tidak layak jalan, knalpot bising, lampu mati, SIM dan STNK mati atau bahkan tidak punya sama sekali,” ujar Agus.
Kondisi ini menunjukkan bahwa kesadaran berkendara aman belum sepenuhnya melekat pada sebagian besar masyarakat.
Operasi semacam ini akhirnya menjadi pengingat tahunan bahwa aturan berkendara bukan sekadar formalitas, tapi demi keselamatan bersama.
Agus berharap, edukasi mengenai keselamatan berkendara terus digencarkan, baik oleh kepolisian, komunitas, maupun sektor swasta, agar ke depan budaya tertib berlalu lintas bisa benar-benar terbentuk tanpa perlu lagi adanya operasi penertiban di jalan raya.