Ini Perbedaan Amnesti dan Abolisi, Contoh Kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto

Dua istilah hukum kembali mencuat ke ruang publik usai Presiden Prabowo Subianto mengajukan permohonan amnesti dan abolisi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Permohonan amnesti diajukan untuk 1.116 orang, termasuk kasus penghinaan kepada presiden dan vonis terhadap Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto.
Di sisi lain, Presiden juga mengusulkan abolisi untuk mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, yang sebelumnya divonis dalam kasus korupsi impor gula.
Persetujuan dari DPR untuk dua bentuk hak istimewa Presiden itu disampaikan pada Kamis (31/7/2025).
Apa Itu Amnesti dan Abolisi?
Dilansir dari KOMPAS.com, amnesti dan abolisi sama-sama merupakan bagian dari hak prerogatif Presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dalam pasal itu disebutkan:
"Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat."
— Pasal 14 Ayat (2) UUD 1945
Namun, keduanya memiliki perbedaan mendasar dalam sifat, ruang lingkup, waktu pemberian, dan akibat hukumnya.
Amnesti: Pengampunan Kolektif, Akibat Hukum Dihapus
Amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman terhadap seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana.
Amnesti bersifat kolektif dan sering diberikan dalam perkara politik, kebebasan berpendapat, atau konflik sosial.
Kasus terbaru, DPR menyetujui permohonan amnesti terhadap 1.116 orang yang diajukan Presiden Prabowo lewat Surat Presiden tertanggal 30 Juli 2025. Menurut Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, sebagian amnesti ini terkait dengan kasus penghinaan terhadap presiden.
“Ya, salah satunya (amnesti) adalah kasus-kasus penghinaan kepada presiden itu,” kata Supratman di Kompleks Parlemen.
Amnesti ini juga mencakup vonis terhadap Hasto Kristiyanto, yang sebelumnya divonis 3 tahun 6 bulan penjara karena kasus suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku.
Abolisi: Proses Hukum Dihentikan, Status Pidana Tetap Ada
Berbeda dari amnesti, abolisi adalah penghapusan atau peniadaan proses pidana, namun tidak menghapus status hukum dari perbuatan yang dilakukan.
Abolisi bersifat individual dan bertujuan menghentikan proses hukum terhadap seseorang atas pertimbangan kepentingan nasional atau kemanusiaan.
Contoh terbaru adalah permohonan abolisi terhadap Tom Lembong, yang diajukan Presiden lewat Surpres Nomor R43/Pres tertanggal 30 Juli 2025.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
Tom sebelumnya dijatuhi 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta karena dinilai menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 194,7 miliar akibat kebijakan impor gula kristal mentah. Namun, hakim menyatakan Tom tidak menikmati hasil korupsi dan bersikap kooperatif selama persidangan.
Dasar Hukum Amnesti dan Abolisi
Pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden diatur dalam Pasal 14 UUD 1945, khususnya Ayat (2) yang menyebutkan:
“Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Selain dalam konstitusi, ketentuan lebih rinci mengenai kedua hak istimewa ini diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
Undang-undang ini mengatur landasan, tata cara, serta akibat hukum dari pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden.
Dalam praktiknya, Presiden menyampaikan permohonan kepada DPR. Jika disetujui, keputusan akhir akan dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden (Keppres).
Pada tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul " DPR Setujui Amnesti 1.116 Orang, Termasuk untuk Kasus Penghinaan Presiden", dan DPR Setujui Abolisi untuk Tom Lembong"