Masih Berlanjut, Perang Harga Bikin Kualitas Mobil Cina Turun
Fenomena perang harga di dunia otomotif bukan hal baru, tetapi semakin marak seiring dengan bertambahnya variasi mobil Cina termasuk di Indonesia.
Perang harga secara gamblang diartikan sebagai kondisi di mana manufaktur berlomba-lomba memperkenalkan model anyar, dengan banderol lebih murah dibandingkan segmen serupa di kelas yang sama.
Di negara asalnya, perang harga mobil Cina disebut sudah mulai menunjukkan dampak negatif. Salah satunya adalah penurunan kualitas mobil bermesin bensin.
Ini terjadi karena persaingan harga semakin panas, membuat banyak manufaktur terpaksa mengurangi pengeluaran ekstra seperti biaya produksi.

Sementara di 2025, China Initial Quality Study menunjukkan ada 229 masalah per 100 unit kendaraan dilaporkan bermasalah oleh para pemilik. Angka tersebut naik 17 dari perolehan di 2024.
“Performa IQS mobil bermesin bensin mengalami penurunan year-on-year yang nyata,” kata Elvis Yang, General Manager Auto Product Practice JD Power dikutip dari China Daily, Rabu (03/09).
IQS sendiri adalah Initial Quality Study, survey yang menunjukkan secara gamblang seberapa baik kualitas suatu kendaraan.
Elvis mengatakan, dalam proses transisi menuju kendaraan elektrifikasi, penting buat manufaktur untuk tetap menjaga pangsa pasar sambil memperbaiki kualitas kendaraan.
Tetapi hal itu tentu memiliki tantangannya sendiri. Persaingan semakin ketat apalagi ketika alternatif Electric Vehicle (EV) muncul, yaitu mobil listrik.
Di segmen premium, Land Rover berada di peringkat pertama merek dengan paling banyak kendaraan bermasalah. Rasionya diklaim 208 masalah per 100 mobil.
Sebagai informasi, sebelumnya Presiden Cina sudah mengimbau seluruh pihak terkait agar berhati-hati terhadap potensi overcapacity terkhusus untuk mobil listrik.
Apabila perang harga berlanjut dalam jangka waktu panjang, industri otomotif lokal di sana bisa mengalami kerugian besar dan ketidakstabilan pasar.

Manufaktur mobil listrik Cina diharapkan bisa mengadopsi strategi harga berkelanjutan untuk menghindari dampak negatif itu.
Di Indonesia, dampak nyata perang harga belum terlihat signifikan. Tetapi penjual mobil bekas mengungkapkan fenomena tersebut mengakibatkan banderol unit bekas kendaraan buatan Tiongkok mengalami depresiasi yang tajam.
Penurunan harganya bahkan diklaim bisa mencapai 30 persen-40 persen. Sehingga menjadi perhatian banyak calon pelanggan mobil Cina.