Wajah Jokowi Berubah karena Alergi Kulit, Bukan Stevens Johnson Syndrome

Perubahan pada wajah Presiden ke-7 Joko Widodo sempat menyita perhatian publik.
Dalam beberapa dokumentasi yang beredar, wajah Jokowi tampak berbeda dari biasanya. Hal ini kemudian menimbulkan spekulasi mengenai kondisi kesehatannya.
Menanggapi hal tersebut, ajudan Jokowi, Kompol Syarif Muhammad Fitriansyah menjelaskan bahwa perubahan pada wajah Jokowi disebabkan oleh alergi kulit yang memicu peradangan. Saat ini, kondisi Presiden dikabarkan sudah mulai membaik.
“Sedang proses pemulihan. Secara visual kita bisa lihat Bapak memang agak berubah. Secara fisik oke, tidak ada masalah. Secara medis disampaikan alergi beliau menyebabkan peradangan. Tapi saat ini pemulihannya mulai membaik,” ujar Syarif saat ditemui, Minggu (22/6/2025).
Ia juga memastikan bahwa secara fisik Jokowi tetap dalam kondisi baik. Meski sempat muncul dugaan bahwa Presiden menderita penyakit autoimun, Syarif menolak berspekulasi dan menyarankan agar penjelasan lebih lanjut disampaikan oleh tenaga medis.
“Iya (peradangan terutama di wajah). Itu mungkin dokter yang menjelaskan (mengenai autoimun),” tambahnya.
Mengenai penyakit Steven Johnson Syndrome yang dikaitkan dengan alergi kulit Jokowi, juga pernah dibantah Syarif.
“Wah, hoaks itu enggak benar itu,” kata Syarif di Kota Solo pada Kamis (5/6/2025).
Jokowi Tegaskan Hanya Alergi
Presiden Jokowi sendiri telah memberi penjelasan langsung mengenai kondisi kesehatannya. Ia menegaskan bahwa yang dialaminya bukanlah penyakit berat, melainkan alergi kulit biasa.
“Kondisi saya sudah disampaikan, alergi biasa. Waktu ke Vatikan kemarin juga hanya alergi biasa,” kata Jokowi pada Jumat (6/6/2025).
Ia menambahkan bahwa alergi tersebut tidak memengaruhi kondisi tubuhnya secara keseluruhan.
“Badan tidak ada masalah, alergi biasa saja,” tegasnya.
Aktivitas Presiden pun tetap berjalan seperti biasa. Salah satunya, ia mengikuti salat Idul Adha di Graha Saba Buana pada pagi hari di tanggal yang sama.
Jokowi bahkan terlihat berinteraksi langsung dengan masyarakat tanpa menunjukkan tanda-tanda gangguan kesehatan.
Mengenal Stevens Johnson Syndrome
Nama Stevens Johnson Syndrome (SJS) sempat dikaitkan dengan perubahan pada wajah Jokowi, meski tidak terbukti.
SJS merupakan penyakit langka dan serius yang menyerang kulit dan selaput lendir, seperti mata, mulut, hidung, hingga area genital.
Gejala awalnya menyerupai flu, termasuk demam, kelelahan, batuk, dan nyeri tenggorokan. Selanjutnya, muncul ruam merah yang menyakitkan, lepuh berisi cairan, hingga pengelupasan kulit.
SJS tergolong kondisi darurat medis dan umumnya memerlukan perawatan intensif di rumah sakit. Pemulihan bisa berlangsung berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.
Ruam khas SJS biasanya bermula dari dada atas, wajah, dan ekstremitas, lalu menyebar. Bintik-bintik tersebut berbentuk seperti lesi "target"—berwarna merah atau ungu gelap di tengah dan terang di tepinya.
Seiring waktu, lepuhan bisa pecah, meninggalkan luka terbuka yang rentan terhadap infeksi.
Penyebab dan Faktor Risiko
Penyebab pasti SJS belum sepenuhnya diketahui, tetapi umumnya dipicu oleh penggunaan obat-obatan atau infeksi. Beberapa obat yang dapat memicu SJS antara lain:
- Allopurinol (untuk asam urat)
- Obat antikonvulsan dan antipsikotik
- Sulfonamida antibakteri
- Nevirapine
- Obat pereda nyeri seperti ibuprofen, naproxen sodium, dan acetaminophen
- Infeksi seperti pneumonia, virus herpes, HIV, virus Epstein-Barr, dan influenza juga bisa memicu SJS.
Adapun faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami SJS mencakup:
- Sistem imun yang lemah
- Riwayat SJS sebelumnya
- Riwayat keluarga
- Faktor genetik tertentu