Cerita Tumini, 15 Tahun Tinggal di Ponten Umum, Minta Rp 1 Juta Saat Diusir

Tumini, Surabaya, ponten, Ponten, jawa timur, tumini, tumini tinggal di ponten umum, ponten surabaya, Cerita Tumini, 15 Tahun Tinggal di Ponten Umum, Minta Rp 1 Juta Saat Diusir

— Tumini (47), warga Kelurahan Ngagel, Surabaya, harus mengakhiri kebiasaannya tinggal dan mengelola ponten umum atau toilet publik di kawasan Taman Lumumba, setelah 15 tahun bermukim di tempat tersebut sejak 2010.

Pemerintah Kota Surabaya melalui Satpol PP telah melakukan sterilisasi dan pengosongan pada Rabu (2/7/2025), menyusul ramainya sorotan publik di media sosial.

Pemerintah Kelurahan Ngagel mengonfirmasi bahwa pihaknya sudah sejak lama memperingatkan Tumini agar tidak menjadikan fasilitas umum itu sebagai tempat tinggal.

“Awalnya dulu kami melakukan monitoring sampah pembersihan di wilayah itu. Bu Tumini ini sebenarnya sudah kami komunikasikan secara humanis sebelum viral,” ujar Lurah Ngagel, Junaedi, Kamis (3/7/2025).

Dilarang Tinggal di Ponten, Tumini Minta Ganti Rugi

Meskipun menerima keputusan untuk pindah, Tumini berharap ada kompensasi atas biaya yang telah dia keluarkan selama mengelola ponten tersebut, termasuk pemasangan listrik dan pompa air.

“Kalau sudah enggak boleh, tidak apa-apa. Tapi maksud saya, listrikku diganti, pasangnya dulu 1 juta, pompa air dulu 1,5 juta, dan sumur sekitar Rp 750.000,” kata Tumini saat ditemui Kompas.com, Kamis (3/7/2025).

Tumini mengaku membiayai sendiri pemasangan listrik, pompa, dan pembuatan sumur 17 meter.

Jika permintaannya dipenuhi, uang itu akan digunakan untuk membayar utang dan membuka usaha kecil-kecilan.

“Kalau bisa, kan uangnya bisa buat tambahan untuk usaha nanti. Karena saya masih punya pinjaman harian,” tuturnya.

Namun, Lurah Ngagel Junaedi menyatakan bahwa hingga kini permintaan kompensasi tersebut belum disampaikan secara resmi kepada pihak kelurahan.

“Ya, namanya harapan orang kan. Tapi mohon maaf kalau informasi itu nggak ada disampaikan ke kami,” kata Junaedi.

Dapat Tawaran Gerobak Usaha, tapi Masih Menunggu Realisasi

Sebagai bentuk solusi, Camat Wonokromo Maria Agustin Yuristina sempat menjanjikan bantuan berupa gerobak dan modal usaha.

Namun, Tumini mengaku masih menunggu janji tersebut terealisasi.

“Katanya ditanyakan Pak Lurah (janji gerobak usaha), jadi masih menunggu,” ungkapnya, Jumat (4/7/2025).

Pihak kelurahan sendiri sempat menawarkan Tumini berjualan di Taman Asreboyo, tapi tawaran tersebut ditolak karena lokasi yang dinilai sepi dan jauh dari rumah.

“Saya sempat ke sana (Taman Asreboyo) tapi sepi. Dan kalau mau ke sana itu agak jauh, misal jalan kaki, karena kan dagangannya harus dibawa pulang tiap hari,” jelasnya.

Ingin Jualan Gorengan di Depan Rumah

Kini, Tumini berencana berjualan gorengan di depan rumahnya sebagai alternatif mencari nafkah.

Ia menilai lingkungan sekitar rumah cukup ramai, terutama pada pagi hari.

“Bisa nanti jual gorengan, karena kalau di depan rumah sepertinya ramai. Banyak orang yang nyari kalau pagi-pagi. Kalau jual di pinggir jalan, saya takut digusur Satpol PP,” katanya.

Meskipun sudah tidak bisa lagi mengelola ponten umum, Tumini mengaku pasrah dan akan mencoba bertahan dengan membuka usaha sendiri.

“Ya sudah menerima saja. Karena nyoba nego pun sudah enggak bisa. Saya butuh uang buat makan. Jadi jualan saja di rumah sambil momong cucu,” tutup nenek satu cucu ini.

Tumini sempat menjadikan ponten umum di Taman Lumumba sebagai tempat tinggal dan usaha kecil sejak 2010.

Selama itu, ia mengaku membayar biaya sewa sekitar Rp 1 juta per tahun ke Perum Jasa Tirta hingga 2021, serta menanggung biaya listrik dan air setiap bulan.

Namun, karena ponten merupakan fasilitas umum, Pemkot Surabaya memutuskan untuk mengosongkan area tersebut dan menjadikannya gratis untuk masyarakat.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul , "Diusir dari Ponten Umum, Tumini: Uang Listrikku Tolong Ganti, Pasangnya Dulu Rp 1 Juta ", dan "Diusir Usai 15 Tahun Tinggal di Ponten Umum, Tumini Ingin Jualan Gorengan".