Polemik Royalti Berakhir, DPR Minta Pelaku Usaha Tak Takut Putar Lagu Lagi

Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Dewi Asmara
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Dewi Asmara

 Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Dewi Asmara menegaskan bahwa polemik royalti lagu yang sempat menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha, musisi, dan masyarakat kini telah menemukan titik terang. Polemik ini muncul karena kesenjangan pemahaman antara pelaku usaha, pencipta lagu, dan regulator terkait implementasi PP No. 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

“Banyak pelaku usaha seperti restoran, kafe, hotel, hingga transportasi umum tidak menyadari kewajiban membayar royalti. Bahkan ada yang memilih berhenti memutar musik atau beralih ke lagu asing. Sementara itu, para musisi mempertanyakan transparansi distribusi royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif,” kata Dewi Asmara dalam keterangannya, Senin, 25 Agustus 2025.

Puncak dari keresahan ini terjadi ketika 29 musisi mengajukan uji materil UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi pada Maret 2025. Namun, melalui rapat konsultasi antara DPR RI, pemerintah, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), perwakilan musisi, dan pelaku industri pada 21 Agustus 2025, akhirnya dicapai kesepakatan strategis untuk menyelesaikan masalah ini.

Struk Restoran Viral Tulis Royalti Lagu Rp29 Ribu

Struk Restoran Viral Tulis Royalti Lagu Rp29 Ribu

Ia menilai ada lima langkah utama yang disepakati bersama, di antaranya yaitu, sentralisasi penarikan royalti.

“Selama dua bulan ke depan, penarikan royalti akan dipusatkan di LMKN. Hal ini untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas sambil menunggu revisi UU Hak Cipta,” jelasnya.

Kemudian, pemerintah dan DPR serta para musisi juga sepakat adanya transparansi distribusi LMK dan audit secara adil. Hal itu berguna bagi para pencipta lagu bisa memperoleh hak ekonomi mereka dengan layak.

"Kemudian ada revisi UU Hak Cipta,

DPR RI bersama pemerintah berkomitmen menyelesaikan revisi UU Hak Cipta dalam dua bulan mendatang. Revisi ini akan memperjelas mekanisme penarikan, distribusi, dan pengawasan royalti agar tidak lagi menimbulkan kegaduhan,” ujar Dewi.

Lalu, edukasi dan sosialisasi

Pemerintah akan meningkatkan pemahaman publik dan pelaku usaha tentang pentingnya menghormati hak cipta serta kewajiban membayar royalti.

Dewi juga menyebut ada skema tarif proporsional tarif royalti akan disesuaikan dengan jenis usaha, luas ruangan, dan durasi pemutaran musik. “Skema ini akan meringankan beban pelaku usaha, namun tetap menjamin hak musisi,” imbuh Dewi Asmara.

Dengan adanya kesepakatan ini, ia menilai pelaku usaha tak perlu lagi khawatir memutar lagu di ruang publik komersial, asalkan mengikuti mekanisme yang berlaku.

“Penyelesaian polemik royalti ini akan menciptakan ekosistem industri musik yang lebih sehat. Musisi mendapatkan penghargaan yang layak atas karya mereka, sementara pelaku usaha bisa tetap berkontribusi pada industri budaya tanpa merasa terbebani,” ujar Dewi Asmara.

ilustrasi musik metal

ilustrasi musik metal

Ia menegaskan, revisi UU Hak Cipta dan digitalisasi sistem royalti akan menjadi kunci keberlanjutan sistem yang adil, akuntabel, dan modern. Selain itu, edukasi kepada masyarakat menjadi langkah penting untuk menumbuhkan budaya menghormati hak cipta.

“Ini bukan sekadar soal bisnis atau regulasi, tapi tentang menghargai karya anak bangsa dan memastikan industri musik Indonesia terus tumbuh dengan sehat dan berkelanjutan,” tuturnya.