Apa Itu Truk ODOL?

Truk ODOL, Apa Itu Truk ODOL, Truk ODOL adalah, truk ODOL, demo truk odol, sopir truk odol, sopir truk demo, truk odol adalah, truk odol demo, sopir truk demo jatim, apa itu truk odol, apa truk odol, apa maksud truk odol, apa artinya truk odol, Apa Itu Truk ODOL?

Permasalahan truk Over Dimension Overload (ODOL) saat ini menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia. Truk ODOL adalah kendaraan angkutan barang yang membawa muatan melebihi batas bobot maupun dimensi yang diizinkan.

Kondisi ini tak hanya membahayakan pengguna jalan, tetapi juga berdampak pada kerusakan infrastruktur nasional dan efisiensi ekonomi logistik.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menerbitkan sejumlah regulasi untuk menertibkan praktik muatan berlebih ini.

Namun, hingga kini penerapannya masih menghadapi tantangan, termasuk penolakan dari sebagian sopir truk yang merasa terdampak langsung oleh kebijakan Zero ODOL.

Apa Itu Truk ODOL?

Truk ODOL adalah kendaraan angkutan barang yang melebihi ukuran dimensi dan kapasitas muatan yang telah ditentukan pemerintah. Praktik ini sering ditemui di jalan-jalan nasional, terutama pada jalur distribusi barang antarkota dan antarpulau.

“Muatan berlebih dan dimensi yang tidak sesuai membuat truk menjadi tidak stabil, mudah terguling, dan membahayakan pengguna jalan lainnya,” tulis Kemenhub dalam berbagai sosialisasinya mengenai kebijakan Zero ODOL.

Untuk menekan pelanggaran ODOL, pemerintah telah mengatur sejumlah peraturan, antara lain:

  • Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 60 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penetapan Jenis dan Fungsi Kendaraan.
  • Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  • Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, yang mengatur batasan muatan dan dimensi kendaraan.
  • Dalam Permenhub No. 60 Tahun 2019, pasal 71 ayat (1) menegaskan bahwa pengemudi dan perusahaan angkutan wajib mematuhi ketentuan tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan, dan kelas jalan.

Untuk pengawasan, petugas dapat melakukan pemeriksaan langsung di lokasi seperti Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB), pelabuhan, kawasan industri, terminal barang, bahkan di ruas jalan nasional yang rawan pelanggaran ODOL.

“Pengawasan dilakukan apabila terdapat indikasi pelanggaran atau kecenderungan kerusakan jalan akibat truk ODOL,” demikian bunyi beleid tersebut.

Konsekuensi Pelanggaran Truk ODOL

Ketidakpatuhan terhadap regulasi ODOL membawa dampak luas, mulai dari aspek hukum, keselamatan, hingga kerugian ekonomi. Berikut adalah konsekuensinya:

1. Denda dan Sanksi Hukum

Berdasarkan Pasal 307 UU No. 22 Tahun 2009, pengemudi angkutan barang yang melanggar ketentuan pemuatan dapat dikenakan sanksi kurungan paling lama 2 bulan atau denda hingga Rp 500.000. Jika pelanggaran menyebabkan kecelakaan atau kerusakan fasilitas umum, ancaman pidana bisa lebih berat.

2. Kerusakan Infrastruktur

Truk dengan muatan berlebih mempercepat kerusakan jalan dan jembatan. Beban berlebih di atas kemampuan struktur jalan menyebabkan gelombang, retakan, hingga ambles pada permukaan aspal. Biaya perbaikannya ditanggung oleh pemerintah dengan dana besar yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain.

3. Risiko Kecelakaan Lalu Lintas

Truk ODOL berisiko mengalami rem blong, kesulitan bermanuver, dan terguling. Tak sedikit kasus kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kendaraan jenis ini, terutama di jalur menanjak atau menurun.

4. Kerugian Ekonomi

Kendaraan yang membawa muatan berlebih memang terlihat lebih efisien secara logistik, tetapi kenyataannya justru sebaliknya. Truk menjadi lebih boros bahan bakar, rentan rusak (misalnya sasis patah), dan menyebabkan muatan tercecer. Biaya operasional meningkat karena kerusakan yang berulang.

Pelanggaran ODOL juga berdampak langsung pada kondisi kendaraan itu sendiri. Berikut beberapa risiko teknisnya:

  • Penurunan Umur Kendaraan: Komponen seperti rem, ban, dan suspensi cepat aus.
  • Biaya Perawatan Tinggi: Kendaraan membutuhkan perbaikan lebih sering.
  • Efisiensi Bahan Bakar Buruk: Mesin bekerja lebih keras dan konsumsi bahan bakar meningkat.

Penolakan dari Sopir Truk

Di tengah upaya penegakan aturan Zero ODOL, penolakan dari sejumlah sopir truk pun mencuat.

Di beberapa wilayah seperti Jawa Timur, para sopir bahkan menggelar aksi demonstrasi menolak kebijakan Zero ODOL, yang rencananya diterapkan secara penuh mulai 2026.

Kelompok sopir mengeluhkan bahwa implementasi kebijakan tersebut dilakukan tanpa memberikan alternatif solusi yang memadai, seperti subsidi penggantian armada atau insentif logistik.

Mereka menuntut dialog terbuka antara pemerintah dan pelaku logistik agar kebijakan tidak hanya berpihak pada keselamatan, tetapi juga mempertimbangkan dampak ekonomi pada sopir dan pengusaha angkutan.

Ketua Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) , Angga Firdiansyah, menyatakan bahwa unjuk rasa ini merupakan upaya menyuarakan aspirasi sopir truk yang merasa terdampak langsung oleh penerapan kebijakan ODOL.

Salah satu sorotan utama massa aksi adalah penerapan Pasal 277 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

"Pasal itu hanya mengatur soal perubahan fisik kendaraan, bukan tentang kelebihan dimensi muatan. Tapi justru yang sering ditindak adalah para sopir karena dianggap over dimension and over loading," ujar Angga, Rabu (18/6/2025).

Menurutnya, regulasi yang ada selama ini tidak menyentuh pengusaha angkutan atau pemilik muatan, yang justru menjadi pihak yang menentukan jumlah dan berat muatan.

"Semua yang tertuang dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 secara keseluruhan itu yang terdampak langsung adalah teman-teman sopir. Sedangkan pihak pengusaha atau penyedia muatan itu tidak pernah tersentuh," tegas Angga.

Dalam aksi demo ODOL ini, para sopir juga menuntut adanya regulasi pemerintah terkait tarif minimal ongkos muatan logistik, agar para pengusaha tidak semena-mena dalam menentukan biaya pengangkutan.

"Selama ini yang punya barang seenaknya sendiri. Mau muatannya banyak, tapi ongkosnya tidak masuk akal. Akhirnya sopir yang disalahkan kalau melebihi kapasitas," ujar Angga.

GSJT juga mendesak aparat untuk memberantas praktik premanisme, baik dari oknum masyarakat maupun dari aparat itu sendiri, yang dinilai kerap melakukan pungutan liar kepada sopir truk.

" Aksi premanisme ini bukan cuma dari bandit jalanan. Terkadang juga dilakukan oleh oknum aparat. Kasus seperti ini banyak terjadi, tidak hanya di Jawa Timur, tapi juga di provinsi lain," katanya.