Teknologi Flexi Fuel Toyota: Masa Depan Kendaraan Indonesia

Toyota Mengembangkan Kendaraan Berbahan Bakar Bioetanol untuk Mobilitas Rendah Emisi
Di tengah tren elektrifikasi kendaraan yang semakin meluas, Toyota mengambil langkah yang berbeda tetapi tak kalah strategis dengan mengembangkan kendaraan berbahan bakar bioetanol.
Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya Toyota untuk mendukung mobilitas rendah emisi di Indonesia, sekaligus merespons tantangan impor bahan bakar minyak (BBM) yang masih menjadi isu utama.
Toyota uji bioethanol E10 bersama Pertamina dan Sera
Uji coba penggunaan bioetanol sudah dilakukan pada puluhan kendaraan dan hasilnya dianggap sangat menjanjikan. “Kita tahu, impor BBM masih jadi salah satu tantangan besar. Padahal Indonesia ini dikaruniai tanah subur dan sinar matahari melimpah. Bioetanol adalah potensi yang bisa kita manfaatkan secara lokal,” ungkap Jap Ernando Demily, Direktur Pemasaran PT Toyota-Astra Motor (TAM), saat acara di ICE BSD City, Kamis (24/7/2025).
Pendekatan Teknologi Flexi Fuel
Toyota menerapkan pendekatan yang dikenal sebagai teknologi Flexi Fuel.
Toyota uji bioethanol E10 bersama Pertamina dan Sera
Teknologi ini memungkinkan penggunaan bahan bakar bioetanol baik pada kendaraan konvensional maupun hybrid.
Dengan demikian, masyarakat tetap bisa menggunakan kendaraan berbahan bakar dengan emisi yang jauh lebih rendah. “Kami sedang uji coba kurang lebih 48 kendaraan, dari Avanza, Agya, Calya, hingga hybrid seperti Zenix. Total sudah menempuh jarak sekitar 400.000 kilometer, dan sejauh ini hasilnya sangat baik,” lanjut Ernando.
Kendaraan yang digunakan dalam pengujian tersebut tetap dalam kondisi standar, tanpa modifikasi, dan menggunakan bahan bakar campuran etanol 10 persen (E10). “Saya tidak ingin klaim terlalu cepat, karena ini masih tahap trial. Tapi so far, kami prefer kasih data konkret,” kata dia menambahkan.
Toyota pamerkan mobil dengan bahan bakar bioetanol di GIIAS 2025
Bioetanol Sebagai Solusi Fleksibel
Henry Tanoto, Wakil Presiden Direktur PT TAM, juga menegaskan bahwa bioetanol bisa menjadi jembatan bagi kendaraan yang belum atau tidak dapat langsung beralih ke listrik penuh. “Kami sudah coba di Jawa Timur, hasilnya baik sekali. Harapannya, kalau pasokan bioetanol cukup, ini bisa bantu kita mengurangi emisi secara signifikan,” ujarnya ketika berbicara dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang di booth Toyota.
Toyota melihat bioetanol sebagai solusi yang fleksibel, khususnya untuk kendaraan yang belum sepenuhnya beralih ke elektrifikasi. “Jadi ini bioetanol, satu solusi kami untuk kendaraan-kendaraan yang belum elektrifikasi, Pak. Jadi bisa di-combine dengan non hybrid, sangat efisien,” tutup Henry.
Dengan langkah inovatif ini, Toyota tidak hanya berkontribusi dalam mengurangi ketergantungan pada BBM, tetapi juga mendukung tujuan Indonesia menuju mobilitas yang lebih berkelanjutan.