KPK Periksa 3 Jaksa di Kejagung Terkait Kasus Korupsi Jalan Sumut, Apa Perannya?

Kejagung, jaksa, korupsi proyek jalan di Mandailing, korupsi proyek jalan di Sumut, KPK Periksa 3 Jaksa di Kejagung Terkait Kasus Korupsi Jalan Sumut, Apa Perannya?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan memeriksa tiga jaksa di Kejaksaan Agung sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara.

Pemeriksaan ini dilakukan untuk efektivitas penegakan hukum, karena bersamaan dengan pemeriksaan internal di Kejaksaan Agung.

"Kebetulan pada saat yang bersamaan juga Jamwas (Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan) di Kejaksaan Agung itu sedang meminta keterangan yang bersangkutan. Jadi, dalam rangka efektivitas, kami juga sekaligus minta keterangan di sana," kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (25/8).

Asep menjelaskan, sebelum melakukan pemeriksaan, KPK telah berkoordinasi dengan Jamwas Kejagung, Rudi Margono.

Adapun tiga jaksa yang dimintai keterangan yakni Sekretaris Badan Pemulihan Aset Kejagung Idianto (mantan Kajati Sumut), Kepala Kejaksaan Negeri Mandailing Natal Muhammad Iqbal, serta Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Mandailing Natal Gomgoman Halomoan Simbolon.

Apa peran Topan Obaja Putra Ginting dalam kasus ini?

Kejagung, jaksa, korupsi proyek jalan di Mandailing, korupsi proyek jalan di Sumut, KPK Periksa 3 Jaksa di Kejagung Terkait Kasus Korupsi Jalan Sumut, Apa Perannya?

Kadis PUPR Sumut, Topan Ginting (baju biru) dan Gubernur Sumut Bobby Nasution saat meninjau kondisi jalan Pemprov Sumut dari Desa Janji Manahan Kecamatan Dolok, Kabupaten Padang Lawas Utara hingga ke Desa Huta Baru, Kecamatan Aek Bilah, Kabupaten Tapanuli Selatan

Dalam kasus ini, KPK menduga Kepala Dinas PUPR Sumut nonaktif, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), tidak bertindak sendirian.

Asep Guntur menuturkan, ada dugaan TOP mendapat perintah dari pihak lain untuk menerima suap.

“Kami juga menduga-duga bahwa TOP ini bukan hanya sendirian. Oleh sebab itu, kami akan lihat ke mana yang bersangkutan berkoordinasi dengan siapa, atau mendapat perintah dari siapa,” ujar Asep.

Untuk mendalami hal tersebut, KPK menggali informasi dari keluarga TOP serta barang bukti elektronik yang saat ini masih dianalisis di laboratorium forensik.

"Misalkan yang bersangkutan sampai saat ini masih belum memberikan keterangan, kami juga tidak akan berhenti sampai di sana. Kami akan mencari keterangan dari pihak-pihak yang lain," tambahnya.

Apa yang sedang didalami KPK?

Asep menyebutkan bahwa KPK tengah mendalami dua aspek utama, yaitu alur perintah dan aliran dana dalam perkara ini.

"Alur perintahnya tentunya mendahului dari proses tadi kan. Pasti perintahnya dulu kan awalnya, memerintahkan gini-gini, baru dieksekusi. Setelah dieksekusi, baru uangnya dibagikan," jelasnya.

Dengan begitu, KPK ingin memastikan siapa saja pihak yang menginstruksikan dan siapa yang menerima keuntungan dalam kasus tersebut.

Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut terungkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) pada 26 Juni 2025.

OTT tersebut dilakukan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut serta Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.

Dua hari kemudian, pada 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen Rasuli Efendi Siregar (RES), Pejabat Pembuat Komitmen Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto (HEL), Direktur PT Dalihan Natolu Group M. Akhirun Efendi (KIR), dan Direktur PT Rona Na Mora M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).

KPK mengungkapkan kasus ini terbagi menjadi dua klaster. Klaster pertama terkait empat proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut, sedangkan klaster kedua mencakup dua proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai enam proyek tersebut mencapai sekitar Rp231,8 miliar.

Menurut KPK, M. Akhirun Efendi dan M. Rayhan Dulasmi Piliang diduga berperan sebagai pemberi suap. Sementara penerima suap di klaster pertama adalah Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar. Di klaster kedua, penerima suap adalah Heliyanto.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!