Peran Sektor Swasta dalam Pembagian Kuota Haji Khusus

Penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia kembali menjadi sorotan, terutama setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyidikan terkait dugaan korupsi pembagian kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama.
Pengusaha Biro Perjalanan haji dan umrah Maktour, Fuad Hasan Masyur, yang sebelumnya sempat memberikan keterangan kepada penyidik KPK menjelaskan, pemeriksaan tersebut berkaitan dengan pembagian kuota haji tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi.
"Insya Allah sebagai pelayan tamu Allah, Maktour selama 41 tahun mempunyai integritas, menjaga terus," kata Fuad dalam keterangannya, Senin, 1 September 2025.

Jemaah Haji Indonesia di Bandara AMAA, Madinah, Arab Saudi
Dia menambahkan, pada 2024 Indonesia mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan pemerintah Arab Saudi. Menurutnya, pemberian ini harus dijaga karena memiliki tujuan yang baik.
"Tambahan kuota ini memang kita jaga baik-baik, karena ini menyangkut dua negara. Hadiah yang diberikan oleh pemerintah Saudi tujuannya sangat baik," ujarnya.
Fuad mengatakan, dari kuota tersebut, Maktour mendapatkan porsi kuota haji khusus dengan jumlah kecil dan terbatas. Dia pun mengaku ingin meluruskan hal ini, mengingat polemik yang kerap muncul seputar pembagian kuota haji di kalangan swasta. "Jadi, tidak ada bilang sampai ribuan. Enggak, ya," ujarnya.
Menurutnya, peran swasta dalam penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia bukanlah hal baru. Sejak masa kolonial, perusahaan dan yayasan swasta sudah terlibat dalam melayani jemaah. Meskipun sempat dihapus, peran ini kembali diakui pada era Orde Baru dengan diperkenalkannya sistem ONH Plus pada tahun 1987. Sistem ini menjadi sub-sistem dari penyelenggaraan haji oleh pemerintah, di mana biaya, kuota, dan aturannya tetap diatur oleh Pemerintah.
Pengakuan resmi terhadap peran swasta ini semakin kuat pada masa Presiden B.J. Habibie, dengan disahkannya Undang-undang No. 17 Tahun 1999. Undang-undang ini secara sah mengakui penyelenggaraan haji khusus oleh pihak swasta.
Langkah ini dianggap strategis karena memberikan alternatif bagi masyarakat untuk menunaikan ibadah haji tanpa harus menunggu antrean yang panjang. Antrean haji reguler di Indonesia bisa mencapai belasan hingga puluhan tahun, bahkan ada yang sampai 47 tahun. Sementara itu, haji khusus dapat memangkas waktu tunggu menjadi 5 hingga 9 tahun.
"Pandangan bahwa haji khusus mencerminkan ketidakadilan dianggap keliru. Ibadah haji memang diperuntukkan bagi mereka yang memiliki Istitha'ah, yaitu kemampuan dan kesiapan fisik, mental, finansial, dan keamanan. Biaya perjalanan haji khusus yang ditanggung penuh oleh jemaah sejalan dengan konsep ini," ujarnya.