Top 8+ Jenis Diet yang Sebaiknya Tidak Anda Ikuti, Menurut Ahli Gizi

Di tengah maraknya tren kesehatan dan transformasi tubuh instan, banyak orang tergoda mencoba berbagai jenis diet demi mencapai berat badan ideal, meningkatkan energi, atau bahkan memperpanjang umur.
Sayangnya, tidak semua diet yang populer (terutama yang viral di media sosial atau dipromosikan oleh selebriti) aman atau efektif dalam jangka panjang.
Untuk membantu Anda memilah mana diet yang bisa dijalani dan mana yang sebaiknya dihindari, dua ahli gizi terkemuka membagikan pandangan mereka mengenai beberapa jenis diet populer yang justru bisa berdampak buruk bagi kesehatan.
Diet yang sebaiknya dihindari
Simak delapan jenis diet yang sebaiknya Anda hindari berikut ini:
1. Diet alkaline
Diet ini mengklaim bisa menyeimbangkan pH tubuh dengan mengonsumsi makanan "alkali" seperti buah, sayur, kacang-kacangan, dan menghindari makanan "asam" seperti daging, telur, dan alkohol.
Meski diet ini mendorong konsumsi makanan sehat, tubuh sebenarnya sudah memiliki mekanisme alami untuk menjaga keseimbangan pH.
“Premis bahwa makanan bisa mengubah pH darah secara signifikan tidak didukung oleh sains,” kata ahli gizi Eli Brecher.
Diet ini juga bisa menyebabkan kekurangan nutrisi akibat pembatasan makanan yang tidak perlu.
2. Diet sup kol
Dalam diet ini, Anda hanya makan sup kol selama seminggu, dengan tambahan makanan tertentu seperti buah atau susu.
Ilustrasi kembang kol atau bunga kol yang sudah dipotong-potong.
Meski terdengar menjanjikan karena dapat menurunkan berat badan secara cepat, sebagian besar berat yang hilang hanyalah air, bukan lemak.
“Diet ini sangat membatasi, tidak memberikan asupan protein, lemak sehat, atau nutrisi penting lainnya,” jelas ahli gizi Rosie Millen.
Selain tidak berkelanjutan, diet ini juga bisa memperlambat metabolisme dan menyebabkan efek yo-yo setelah kembali ke pola makan biasa (berat badan naik lagi).
3. Diet HCG
Diet ini menggabungkan asupan kalori yang sangat rendah (sekitar 500 kalori per hari) dengan suntikan hormon HCG, yaitu hormon yang diproduksi selama kehamilan.
Namun, manfaat hormon ini untuk menurunkan berat badan belum terbukti secara ilmiah dan tidak disetujui oleh otoritas kesehatan.
“Diet ini ekstrem dan berisiko menyebabkan kerusakan metabolisme, kekurangan nutrisi, bahkan batu empedu,” tegas Rosie.
4. Master cleanse
Pola makan ini melibatkan konsumsi minuman campuran air lemon, sirup maple, dan bubuk cabai rawit selama beberapa hari hingga minggu.
Ilustrasi
Meski konon membantu detoksifikasi dan penurunan berat badan cepat, diet ini sangat rendah nutrisi dan bisa menyebabkan kelelahan, kehilangan massa otot, serta perlambatan metabolisme.
5. Diet tanpa gula sama sekali
Mengurangi gula tambahan memang baik untuk kesehatan. Tapi menghilangkan semua jenis gula, termasuk yang alami dari buah, sayur, dan produk susu, justru bisa berbahaya.
Ilustrasi apa tanda-tanda tubuh kelebihan gula?
“Pendekatan tanpa gula yang terlalu ekstrem bisa menyebabkan defisiensi nutrisi dan hubungan yang tidak sehat dengan makanan,” ujar Rosie.
Kuncinya bukan menghilangkan asupan gula, tetapi menyeimbangkan atau mengurangi asupan gula.
6. Diet karnivora
Diet ini hanya memperbolehkan konsumsi produk hewani seperti daging, telur, dan ikan, serta menyingkirkan seluruh makanan nabati.
Ilustrasi
Meski tinggi protein dan lemak, diet ini menghilangkan serat, vitamin, dan antioksidan penting dari tumbuhan.
“Diet ini berisiko menyebabkan masalah pencernaan, penyakit jantung, dan kekurangan nutrisi,” kata Eli.
7. Diet jus seledri
Minum jus seledri setiap pagi mungkin terlihat sehat, namun jika dijadikan rutinitas utama, justru bisa merugikan.
Ilustrasi seledri.
Jus seledri memang mengandung vitamin dan antioksidan, tapi tidak memiliki cukup protein, lemak sehat, atau serat karena proses juicing menghilangkan ampasnya.
“Jangan berharap jus seledri bisa menjadi obat ajaib seperti yang banyak digembar-gemborkan di media sosial,” jelas Rosie.
8. Whole30
Diet ini mengharuskan Anda menghindari gula, biji-bijian, produk susu, dan alkohol selama 30 hari, lalu secara bertahap memperkenalkan kembali makanan tersebut.
Meski mendorong konsumsi makanan utuh, diet ini bisa terasa sangat kaku dan tidak fleksibel.
“Pendekatan hitam-putih seperti ini bisa menciptakan hubungan tidak sehat dengan makanan dan membatasi kelompok makanan yang sebenarnya bergizi,” ungkap Rosie.
Bagaimana diet yang sehat?
Alih-alih mengandalkan diet ekstrem, para ahli gizi menyarankan fokus pada gaya hidup sehat yang berkelanjutan.
Kunci utamanya adalah pola makan seimbang yang mencakup makanan utuh, protein tanpa lemak, lemak sehat, serat, serta olahraga teratur, hidrasi, tidur yang cukup, dan pengelolaan stres.
“Tidak ada diet instan yang bisa menggantikan kebiasaan sehat jangka panjang,” kata Rosie. “Pendekatan yang terbaik adalah yang sesuai dengan gaya hidup Anda, bukan melawan tubuh Anda.”