Alasan Forum Kepala Sekolah Swasta Berencana Gugat Dedi Mulyadi, Terkait Apa?

Jawa Barat, rombongan belajar, Dedi Mulyadi, jawa barat, forum kepala sekolah gugat dedi mulyadi, forum kepala sekolah swasta berencana gugat demi mulyadi, alasan forum kepala sekolah swasta gugat dedi mulyadi, alasan forum kepala sekolah berencana gugat dedi mulyadi, Alasan Forum Kepala Sekolah Swasta Berencana Gugat Dedi Mulyadi, Terkait Apa?

Forum Kepala Sekolah SMA Swasta (FKSS) Jawa Barat menyatakan akan membawa persoalan kebijakan penambahan rombongan belajar (rombel) ke jalur hukum.

Langkah ini diambil menyusul keluarnya keputusan Gubernur Jabar terkait Program Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) yang dinilai merugikan sekolah swasta.

Ketua FKSS Jabar, Ade D. Hendriana, menyampaikan bahwa pihaknya telah menyiapkan tim hukum untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika permasalahan ini tak menemukan solusi.

"FKSS JABAR sudah menyiapkan tim hukum jika harus berlanjut PTUN," ujar Ade, dikutip , Selasa (8/7/2025).

Meski mengaku sepakat dengan misi utama program PAPS yang bertujuan mencegah angka putus sekolah, Ade menyoroti pelaksanaan kebijakan tersebut.

Menurutnya, penambahan jumlah siswa per kelas dari 35 menjadi maksimal 50 orang telah menyalahi kesepakatan dalam regulasi SPMB 2025 yang sebelumnya telah dibahas bersama.

"Kepgub PAPS (program pencegahan anak putus sekolah) yang tidak melibatkan sekolah swasta telah mengakibatkan keterisian sekolah SMA swasta di Jabar hanya terisi 30 persen dari target kuota yang direncanakan," jelasnya.

Ade menilai, seharusnya pemerintah dapat lebih bijak dalam menyikapi persoalan tersebut dengan melibatkan peran sekolah swasta.

Ia menyarankan agar subsidi pendidikan bagi siswa kurang mampu yang saat ini diarahkan ke sekolah negeri, juga dapat disalurkan ke sekolah swasta.

"Mengapa tidak biaya tersebut diberikan kepada sekolah swasta sebagai subsidi. Teknisnya bisa dilakukan MoU sekolah swasta yang siap dengan pemerintah," ujarnya.

Mempertanyakan keabsahan keputusan gubernur

Ia juga mengungkapkan bahwa kebijakan penambahan rombel seharusnya mendapat izin dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

FKSS mempertanyakan keabsahan keputusan gubernur tersebut yang hanya dituangkan dalam bentuk Keputusan Gubernur (Kepgub), bukan Peraturan Gubernur (Pergub), padahal mengandung aspek teknis pelaksanaan.

"FKSS juga mempertanyakan apakah ada izin dari Kemendikdasmen terkait penambahan Rombel dan juga mempertanyakan kenapa Kepgub bukan Pergub karena isinya berupa teknis. Oleh sebab itu meminta Disdik untuk bersifat adil," katanya lagi.

FKSS berharap, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Dinas Pendidikan dapat membuka ruang dialog untuk merumuskan kebijakan yang berpihak pada keberlangsungan seluruh ekosistem pendidikan, termasuk sekolah swasta yang selama ini turut berkontribusi dalam mencerdaskan anak bangsa.

Angka putus sekolah di Jabar

Dikutip dari kompas.id, Selasa (8/7/2025), kebijakan Dedi Mulyadi dilatarbelakangi data yang dirilis oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI 2025, di mana dalam data tersebut, sebanyak 66.192 peserta didik di Jabar tercatat putus sekolah; 133.481 peserta didik di Jabar lulus SMP, tetapi tidak melanjutkan; dan 295.530 orang belum pernah bersekolah.

Ade menambahkan, kebijakan ini diterapkan tanpa evaluasi sehingga akan berdampak sangat besar bagi keberlangsungan sekolah swasta.

Saat ini, 90 persen dari anggota FKKS Jabar yang mencapai 3.858 sekolah swasta belum terisi penuh pada tahun ajaran baru 2025/2026.

Kebijakan dinilai mendadak dan tanpa kajian matang

Hal tersebut berpotensi menurunkan jam mengajar guru swasta, berdampak pada sertifikasi, dan bahkan bisa menyebabkan penutupan sekolah swasta secara massal jika berlanjut dalam lima tahun ke depan.

"Hanya 10 persen sekolah swasta yang terisi penuh. Itu pun rata-rata sekolah asrama yang menampung siswa dari luar daerah. Sisanya banyak yang baru mendapatkan 20–30 persen siswa baru,” katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat Zaini Shofari menilai kebijakan Dedi Mulyadi mendadak dan tanpa kajian yang matang.

Ia menyayangkan pengambilan kebijakan yang tidak melibatkan pembahasan dengan pihak legislatif maupun pelaku pendidikan secara menyeluruh.

"Peningkatan jumlah siswa per kelas tentu membutuhkan kesiapan ruang, ventilasi, perangkat belajar, hingga ketersediaan tenaga pengajar,” kata Zaini.

"Kita lihat sekarang, banyak sekolah swasta yang baru menerima sedikit siswa. Padahal, mereka juga memiliki guru, tenaga administrasi, penjaga sekolah, tetapi tidak dilibatkan dalam solusi," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi menaikkan jumlah rombel di SMA dan SMK negeri maksimal 50 orang per kelas.

Keutusan tersebut diambil seiring dengan tingginya angka putus sekolah di Jawa Barat.