Iring-iringan Presiden Prabowo Berhenti di Lampu Merah, Netizen: Hal Sederhana yang Mewah

JAKARTA, KOMPAS.com - Viral di media sosial video yang memperlihatkan mobil yang diduga iring-iringan Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto berhenti di lampu merah dekat kawasan Mal Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Dalam rekaman yang diunggah oleh akun Instagram @valdo_emor, tampak iring-iringan tersebut berhenti di persimpangan saat lampu lalu lintas berwarna merah.
Sontak unggahan itu pun mendapat respons dari sejumlah warganet yang memuji aksi pemimpin negara RI itu yang menaati peraturan lalu lintas.
Namun tak sedikit juga yang menyebut bahwa aksi yang dilakukan oleh rombongan Presiden RI itu memang sudah sepatutnya dilakukan, mengingat berhenti di persimpangan saat lalu lintas berwarna merah merupakan kewajiban bagi setiap pengguna jalan.
“Hal yang harus terjadi tetapi menjadi hal yang mewah di negeri indonesia,” tulis komentar @am_nepophile.
“Keren Bapak Presiden,” tulis akun @nessyparamnesi.
“Bukanya emg kewajiban? Kecuali darurat?,” tulis komentar @itssssbbbiii.
Perlu dipahami, pengguna jalan harus mematuhi aturan yang berkaitan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas atau Apil, diatur pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Apil memiliki fungsi sebagai pengatur lalu lintas dan kendaraan di persimpangan atau ruas jalan tertentu. Ini menggunakan perangkat elektronik termasuk isyarat lampu yang dapat dilengkapi bunyi.
Kawasan Sarinah, Jakarta Pusat pada Rabu (23/10/2024).
Pada pasal 106 ayat 4 huruf c berbunyi:
“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan alat pemberian isyarat lalu lintas (Apil) Kemudian, untuk pidana atau sanksi diatur pada pasal 287 ayat 2, yang berbunyi : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat 4 huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah)”.