Polemik 4 Pulau Aceh, Sikap JK, dan Rencana Presiden Prabowo...

Perseteruan antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara mengenai kepemilikan empat pulau terus memanas dan kini telah sampai ke meja Presiden RI, Prabowo Subianto.
Polemik yang melibatkan Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, dan Pulau Lipan ini memicu ketegangan politik dan emosional, terutama di pihak Aceh.
Penetapan empat pulau itu sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, ditolak mentah-mentah oleh Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf.
Pria yang akrab disapa Mualem itu menolak wacana pengelolaan bersama antara Aceh dan Sumut.
“Macam mana kita duduk bersama, itu kan hak kami, kepunyaan kami, milik kami,” kata Mualem pada Jumat (13/6/2025), menanggapi usulan pengelolaan kolektif dua provinsi atas empat pulau tersebut, dikutip , Minggu (15/6/2025).
Sebaliknya, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution bersikeras mempertahankan status baru keempat pulau yang kini berada dalam wilayah administratif Sumut.
Kewenangan pemindahan wilayah

Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Afif Nasution menanggapi polemik soal kepemilikan pulau dengan Provinsi Aceh.
Bobby menyatakan bahwa pemindahan wilayah merupakan ranah pemerintah pusat, bukan wewenang daerah.
“Saya sampaikan kemarin, secara wilayah, enggak ada wewenang Provinsi Sumut dan juga setahu saya Aceh mengambil pulau, menyerahkan daerah, itu nggak bisa. Semua itu ada aturannya, kami pemerintah daerah ada batasan wewenang,” tegas Bobby, Selasa (10/6/2025).
Sikap Bobby turut diperkuat oleh Ketua DPRD Sumatera Utara, Erni Ariyanti.
Ia meminta Aceh menempuh jalur hukum jika keberatan.
“Pak Mendagri sudah buka suara jika memang ada gugatan, ke PTUN mempersilahkan Provinsi Aceh,” ujar Erni.
JK Serukan Hormati MoU Helsinki
Wakil Presiden 10 dan 12, Jusuf Kalla.
Tokoh penting di balik perdamaian Aceh, Jusuf Kalla (JK), turut angkat bicara.
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla mengingatkan pentingnya menjaga komitmen dalam Perjanjian Helsinki yang ditandatangani pada 2005.
JK menyatakan bahwa dasar hukum batas wilayah Aceh merujuk pada perbatasan yang berlaku pada 1 Juli 1956, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956.
Undang-Undang itu pula yang menjadi acuan dalam kesepakatan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia.
“Karena banyak yang bertanya, membicarakan tentang pembicaraan atau MoU di Helsinki. Karena itu saya bawa MoU-nya. Mengenai perbatasan itu, ada di poin 1.1.4, yang berbunyi ‘Perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli tahun 1956',” terang JK.
Menurutnya, keputusan menteri tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengubah Undang-Undang, apalagi jika menyangkut kesepakatan damai yang telah menjadi pijakan konstitusional.
Prabowo siap ambil keputusan pekan depan
Presiden RI Prabowo Subianto di JCC, Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Lebih lanjut, JK menegaskan bahwa sengketa ini telah melampaui ranah administratif.
“Ya, itu pulaunya tidak terlalu besar. Jadi, bagi Aceh itu harga diri. Kenapa diambil? Dan itu juga masalah kepercayaan ke pusat. Jadi, saya kira dan yakin ini agar diselesaikan sebaik-baiknya demi kemaslahatan bersama,” tegasnya.
Melihat eskalasi yang tidak kunjung reda, Presiden Prabowo Subianto memutuskan turun tangan secara langsung.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan bahwa Presiden akan memimpin sendiri penyelesaian perkara ini.
“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI, bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara,” ujar Dasco, Sabtu (14/6/2025).
Presiden Prabowo bahkan menetapkan tenggat waktu untuk menyelesaikan polemik tersebut.
“Dalam pekan depan akan diambil keputusan oleh Presiden tentang hal itu,” tambah Dasco.