Pelaku Pariwisata Kembali Turun ke Jalan Tuntut Izin Study Tour, Dedi Mulyadi: Saya Tidak Akan Berubah

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menghormati rencana unjuk rasa yang akan digelar pada Senin (25/8/2025) oleh para pelaku jasa pariwisata terkait penolakan larangan study tour. Menurut Dedi, setiap warga negara berhak menyampaikan aspirasi melalui jalur yang sah dan konstitusional.
“Kita menghormati aksi yang dilaksanakan,” ujarnya dalam rekaman video yang diterima Kompas.com, Minggu (24/8/2025).
Namun demikian, ia menegaskan bahwa kebijakannya tidak akan berubah. Larangan study tour, kata Dedi, lahir dari pertimbangan kepentingan orangtua murid yang sering kali merasa terbebani biaya.
Rencana aksi ini menjadi yang kedua kalinya digelar. Sebelumnya, pada Senin (21/7/2025), para pekerja sektor jasa pariwisata mulai dari pemandu wisata, sopir bus, hingga pelaku UMKM melakukan aksi serupa di depan Gedung Sate, Bandung.
Mereka menuntut pencabutan poin ketiga dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jabar Nomor 45/PK.03.03/KESRA yang berisi larangan study tour.
Menurut mereka, kebijakan tersebut dianggap “mematikan” denyut ekonomi pariwisata di Jawa Barat.
“Tuntutan kita itu hanya satu, cabut larangan gubernur kegiatan study tour sekolah. Dari sekolah di Jawa Barat ke luar Jawa Barat,” ujar Koordinator Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat (P3JB), Herdis Subarja.
Mengapa Gubernur Jawa Barat Tetap Kukuh?
Massa yang tergabung dalam Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin (21/7/2025). Sedikitnya 50 bus diparkir dalam aksi tersebut yang menuntut Gubernur Jawa Barat mencabut aturan larangan karyawisata (study tour) karena berdampak mematikan roda ekonomi sektor pariwisata Jawa Barat seperti pengusaha bus, agen travel hingga umkm. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/bar
Meski mendapat tekanan, Dedi Mulyadi menyatakan tidak akan bergeser sedikit pun dari keputusan yang telah ia ambil. Ia menekankan, kebijakan ini bukan untuk mematikan pariwisata, melainkan melindungi orangtua murid.
“Saya sudah tegaskan, saya tidak akan berubah. Saya tetap berpegang teguh bahwa larangan study tour ini memberikan manfaat bagi hampir mayoritas orangtua,” ujarnya.
Bagi Dedi, pendidikan harus mampu meringankan beban keluarga, bukan sebaliknya. Ia menyebut, selama ini kegiatan study tour sering kali melenceng dari esensi pendidikan.
“Pendidikan seharusnya melahirkan kebaikan, bukan menambah beban. Saya tidak akan pernah berubah, saya tetap mengatakan bahwa study tour dilarang di seluruh Provinsi Jawa Barat,” tegasnya.
Apa Alasan Orangtua Menjadi Pertimbangan Utama?
Menurut Dedi, meskipun study tour bersifat tidak wajib, realitas di lapangan kerap berbeda. Banyak murid merasa tertekan jika tidak ikut, terutama karena khawatir dianggap “berbeda” dengan teman-temannya.
“Walaupun ada aturan tidak memaksa, tetapi anak-anak kalau temannya berangkat, dia tidak berangkat, pasti menimbulkan kekecewaan, rasa minder, dan bisa jadi marah pada orangtuanya,” kata Dedi.
Hal ini, menurutnya, berpotensi memunculkan luka psikologis pada anak-anak dan menambah beban mental bagi keluarga yang memang tidak sanggup membayar biaya perjalanan.
Dengan demikian, keputusan melarang study tour diambil bukan semata-mata soal teknis pariwisata, melainkan demi melindungi kesejahteraan sosial dan psikologis siswa serta keluarganya.
Bagaimana Dampak Larangan Ini ke Industri Pariwisata?
Pelaku industri pariwisata mengaku, kebijakan ini memberi dampak langsung yang cukup serius. Agen perjalanan kehilangan kontrak, pengusaha bus merugi, sopir kehilangan penumpang, hingga pedagang kecil yang biasanya kebagian rezeki dari rombongan study tour ikut terimbas.
“Larangan ini sangat memukul kami. Ribuan sopir bus, pemandu wisata, hingga pelaku UMKM di kawasan wisata kehilangan pemasukan. Padahal, sebagian besar dari kami menggantungkan hidup dari kunjungan rombongan sekolah,” keluh salah satu pelaku usaha wisata di Bandung.
Herdis Subarja menegaskan bahwa aksi mereka bukan bermaksud melawan pemerintah, melainkan memperjuangkan nasib ribuan pekerja.
“Kami hanya minta larangan ini dicabut. Kami ingin ada solusi yang win-win, bukan larangan total,” ujarnya.
Apakah Ada Solusi Alternatif?
Dedi Mulyadi sendiri menekankan bahwa pembangunan sektor pariwisata tidak harus bertumpu pada pelajar sebagai objek kunjungan. Ia mendorong pengembangan pariwisata yang lebih sehat dan berkelanjutan.
“Kebersihan desa dan kota harus kita lakukan. Infrastruktur harus kita bangun, lampu-lampu jalan harus kita pasang merata di Jawa Barat, harus bebas pungli, ramah pada wisatawan harus diberantas, warung-warung dan toko tidak boleh getok harga. Itu cara terbaik membangun pariwisata kita,” jelasnya.
Menurutnya, jika sektor pariwisata dibenahi dengan serius dari segi infrastruktur, layanan, hingga keamanan maka wisatawan akan datang dengan sendirinya tanpa harus “memanfaatkan” pelajar sebagai konsumen tetap.
“Insyaallah, Jawa Barat ke depan akan meningkat jumlah kunjungan wisatawannya, dan tidak menjadikan anak sekolah sebagai objek untuk meningkatkan pariwisata,” tambahnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di dengan judul "Rencana Demo Pelaku Pariwisata Besok, Dedi Mulyadi Tegaskan Larangan Study Tour Tak Akan Dicabut".
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!