Tak Digubris Sejak Mei, Demo Pelaku Pariwisata Desak Bertemu Dedi Mulyadi Imbas Larangan Study Tour

pelaku usaha pariwisata, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, Larangan Study Tour, larangan study tour, Pelaku usaha pariwisata, demo sopir, Tak Digubris Sejak Mei, Demo Pelaku Pariwisata Desak Bertemu Dedi Mulyadi Imbas Larangan Study Tour

Ratusan sopir, kernet, dan pelaku usaha pariwisata dari berbagai daerah di Jawa Barat turun ke jalan pada Senin (21/7/2025). Mereka menuntut Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mencabut Surat Edaran (SE) Nomor 45/PK.03.03.KESRA tentang larangan menggelar kegiatan study tour sekolah.

Aksi unjuk rasa dipusatkan di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, yang merupakan pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat.

Pantauan di lokasi menunjukkan massa aksi datang dengan iring-iringan bus pariwisata yang membunyikan klakson khas telolet.

Deretan bus memenuhi kiri dan kanan halaman Gedung Sate, bahkan menutup akses Jalan Diponegoro dari arah Pusdai dan Sultan Agung-Aria Jipang.

Suasana diwarnai pekikan orasi dari atas mobil komando, menyuarakan keluh kesah para pekerja yang terdampak kebijakan tersebut.

Apa Dampak SE Larangan Study Tour bagi Sektor Pariwisata?

Koordinator aksi, Herdi Sudardja, menyampaikan bahwa larangan study tour yang diberlakukan sejak Mei 2025 telah menyebabkan penderitaan bagi ribuan pekerja sektor pariwisata.

"Tuntutan kita itu hanya satu, cabut larangan Gubernur terkait kegiatan studi tour sekolah dari Jawa Barat ke luar Jawa Barat," ujar Herdi saat berorasi di hadapan massa aksi.

Menurut Herdi, kebijakan ini sangat memukul sektor transportasi dan pariwisata yang melibatkan ribuan tenaga kerja.

Ia menyebutkan, terdapat sekitar 8.000 pekerja formal dan 5.000 pekerja informal di sektor ini di Jawa Barat.

"Yang informal itu saya katakan, karena bekerja di sektor transportasi itu rata-rata tidak memiliki ikatan kerja tetap," tambahnya.

Ia juga menekankan bahwa larangan tersebut telah mematikan mata pencaharian para pelaku usaha kecil, termasuk sopir bus, pemilik biro perjalanan, hingga pelaku UMKM yang menggantungkan hidup dari kegiatan studi tour.

“Banyak pelaku usaha kehilangan pendapatan secara signifikan dan terancam gulung tikar akibat kebijakan tersebut. Saya katakan ini bahkan lebih parah dibanding masa pandemi Covid-19,” ujarnya.

“Karena tidak ada order bagaimana pengusaha bisa bertahan. Bahkan saya katakan ini lebih daripada resesi waktu kita Covid-19 jelas berhenti. Beban perusahaan, para pengusaha juga banyak dihentikan. Beban-bebannya termasuk dari pihak pembiaya. Katakanlah bank, leasing, itu kan juga banyak dihentikan,” lanjut Herdi.

Mengapa Dedi Mulyadi Dituding Enggan Berdialog?

Dalam orasinya, Herdi menilai Gubernur Dedi Mulyadi tebang pilih dalam merespons aspirasi masyarakat.

Ia menuduh gubernur lebih memilih bertemu dengan kalangan elite tertentu daripada berdialog dengan pelaku usaha kecil.

"Gubernur Jabar ini sepertinya ingin bertemu dan selalu memilih oligarki. Dengan si A, si B, katakanlah mau bertemu, tapi dengan pengusaha dari sektor pariwisata tidak mau bertemu," ucap Herdi.

Ia menyatakan bahwa sebelumnya pihaknya telah mengirimkan surat permohonan audiensi pada Mei 2025, namun hingga kini belum mendapat tanggapan dari Dedi Mulyadi.

Herdi pun mengultimatum akan menggelar aksi yang lebih besar jika tuntutan mereka kembali diabaikan.

"Kami berharap hari ini bisa bertemu langsung dengan Gubernur. Kalau tidak, kami akan hadir dengan jumlah massa yang lebih banyak," tegasnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di dan TribunJabar.id dengan judul Keluhan Sopir Bus Pariwisata yang Geruduk Gedung Sate Bandung, Tak Bisa Bertemu Dedi Mulyadi.