Presiden Trump Bicara 1 Jam Dengan Putin Bahas Perang Israel-Iran, Buka Kemungkinan Terlibat

Perang antara Iran dan Israel dimulai pada Jumat (13/6), ketika angkatan bersenjata Israel meluncurkan Operasi Rising Lion berskala besar, yang menyerang target-target militer Iran dan lokasi-lokasi program nuklir.
Angkatan udara Israel melancarkan beberapa gelombang serangan di berbagai wilayah Iran, termasuk Teheran, tempat sejumlah pejabat tinggi militer Iran tewas, termasuk Kepala Staf Umum Iran Mayjen Mohammad Bagheri dan komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), serta beberapa ilmuwan nuklir.
Sebagai tanggapan, Iran melancarkan Operasi True Promise 3 terhadap fasilitas militer Israel. Dan menyerang dengan rudal serta drone ke wilayah Israel.
Presiden AS Donald Trump mengatakan ada kemungkinan AS bisa terlibat dalam konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Iran.
Laporan ABC News pada Minggu (15/6) melansir, AS saat ini tidak terlibat dalam konflik tersebut,
Namun, Presiden AS mengatakan dirinya terbuk terhadap kemungkinan Presiden Rusia Vladimir Putin menjadi mediator dalam konflik Israel-Iran.
"Dia (Putin) sudah siap. Dia menelepon saya untuk membicarakan hal itu. Kami sudah berdiskusi panjang lebar tentang hal itu," kata Trump.
Trump dan Putin melakukan pembicaraan via telepon pada Sabtu (14/6) untuk membahas Iran.
"Pembicaraan via telepon itu berlangsung sekitar 1 jam. Dia merasa, seperti saya, perang antara Israel dan Iran ini harus diakhiri," demikian kata presiden AS itu sebelumnya.
Sementara itu, Kelompok militan Syiah yang bermarkas di Irak, Kataib Hezbollah, mengancam akan menyerang pangkalan-pangkalan AS di wilayah tersebut jika negara adidaya tersebut memutuskan untuk campur tangan dalam konflik antara Iran dan Israel.
"Sementara Iran dengan berani dan teguh menentang agresi Zionis, kami memantau dengan saksama pergerakan tentara musuh AS di wilayah tersebut," demikian menurut pernyataan dari pemimpin kelompok tersebut, Abu Hussein al-Hamidawi.
"Jika AS campur tangan dalam perang, kami tidak akan ragu untuk bertindak langsung terhadap kepentingan dan pangkalan-pangkalannya yang tersebar di seluruh wilayah," lanjutnya.
Dilansir kantor berita RIA Novosti meminta pemerintah Irak untuk mencegah eskalasi aksi militer, menutup Kedutaan Besar AS di Baghdad, dan mengusir pasukan pendudukan AS dari negara itu.