Aktivis Dapat Serangan dan "Doxing" Usai Kritisi Buzzer, Singgung Dedi Mulyadi?

Aktivis demokrasi Neni Nur Hayati mengaku menjadi sasaran serangan di media sosial selama dua hari terakhir, 15–16 Juli 2025.
Serangan ini datang dari warganet yang mengaku sebagai pendukung Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Neni diserang lewat akun Instagram dan TikTok miliknya setelah video berisi kritik terhadap praktik penggunaan buzzer politik ramai diperbincangkan. Ia mengatakan, serangan tersebut tak hanya berupa hujatan, tetapi juga penghinaan yang menyasar dirinya secara pribadi.
“Saya juga mendapatkan informasi bahwa foto saya bahkan muncul di akun resmi Diskominfo Jabar, berkolaborasi dengan akun jabarprovgoid,” kata Neni dalam pernyataan tertulis, Kamis (17/7/2025).
Kritiknya Ditujukan ke Semua Kepala Daerah
Sebagai Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni menjelaskan bahwa video TikTok yang ia unggah pada 5 Mei 2025 tidak ditujukan kepada satu kepala daerah tertentu.
Dalam video itu, ia menyerukan agar para kepala daerah hasil Pemilu 2024 tidak terlalu sibuk membangun citra, melibatkan rakyat dalam pengambilan kebijakan, serta tidak menggunakan buzzer untuk menyerang aktivis yang bersikap kritis terhadap kebijakan publik.
Ia bahkan mengutip ucapan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, bahwa negara demokratis tak perlu takut pada rakyatnya, sebab rakyat harus bebas menyampaikan pendapat demi mencari kebenaran secara terbuka.
“Dalam video tersebut, saya sama sekali tidak menyebut Gubernur Jawa Barat secara khusus yakni Kang Dedi Mulyadi. Video tersebut general untuk seluruh kepala daerah,” jelasnya.
Neni mengakui bahwa dirinya memang sempat menyuarakan kritik terhadap kebijakan Dedi Mulyadi dalam beberapa unggahan, tetapi di sisi lain, ia juga menyampaikan apresiasi pada kebijakan Dedi di video lain.
“Saya tidak melakukan penyerangan secara pribadi, sebab yang saya kritisi adalah kebijakannya,” ujar Neni.
Doxing dan Penggunaan Foto Tanpa Izin
Yang membuat Neni lebih terkejut lagi adalah ketika ia mengetahui videonya ikut diunggah oleh akun resmi Pemerintah Provinsi Jawa Barat tanpa seizin dirinya. Ia menyebut, unggahan tersebut memicu banjir ujaran kebencian terhadap dirinya.
“Saya sangat menyayangkan langkah Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang memposting foto saya tanpa izin, menafsirkan secara sepihak, menghakimi, dan disebarluaskan melalui akun resmi Diskominfo,” katanya.
Ia menilai tindakan itu justru menjadi bentuk pembungkaman atas kebebasan berekspresi, nilai yang sudah diperjuangkan sejak reformasi.
“Alih-alih memberikan ruang, pemerintah malah mematikan kebebasan itu dengan tindakan represif,” tegasnya.
Demokrasi di Persimpangan Jalan
Neni kemudian mengutip pemikiran dua tokoh intelektual, Alexis de Tocqueville dan Daron Acemoglu, mengenai peran penting masyarakat sipil dalam menjaga demokrasi.
Menurutnya, tindakan seperti peretasan, pengintaian, hingga doxing yang ia alami merupakan sinyal berbahaya bagi arah demokrasi Indonesia.
“Pembungkaman yang saya alami menjadi pertanda jatuhnya demokrasi, naiknya otoritarianisme, dan bangsa kita berada di persimpangan jalan,” ucapnya.
“Saya berharap negara masih membuka ruang untuk kebebasan berpendapat dan melindungi hak warga untuk berkumpul, berserikat, dan berpendapat,” lanjutnya.
Dedi Mulyadi Bantah Gunakan APBD untuk Buzzer
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi membantah tudingan bahwa ia menggunakan dana APBD untuk membayar buzzer politik.
Ia menegaskan, tuduhan tersebut tak berdasar dan masyarakat bisa langsung memverifikasi sendiri rincian penggunaan anggaran pemerintah daerah.
“Silakan dicek di anggaran Jawa Barat, khususnya di Dinas Komunikasi dan Informatika. Apakah benar ada anggaran untuk membayar buzzer? Kalau ada, laporkan saja ke aparat penegak hukum,” ujar Dedi dalam keterangan tertulis pada Selasa (15/7/2025).
Ia juga menyebut bahwa publik bisa mengakses dokumen resmi penggunaan anggaran kapan saja, bahkan langsung ke dinas terkait.
“Ambil saja datanya, baca bukunya. Jangan asal tuduh. Kami terbuka kok. Tinggal datang dan lihat,” kata dia.
Pemprov Jabar Buka Diri terhadap Kritik
Menanggapi situasi tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Herman Suryatman, menyatakan bahwa pemerintah provinsi tetap terbuka terhadap kritik dan masukan dari siapa pun, termasuk masyarakat dan akademisi.
Dalam konferensi pers di Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Bandung, Kamis (17/7/2025), Herman menyebut bahwa kritik adalah bagian sehat dari sistem demokrasi.
“Kita negara demokrasi. Masukan, kritik, saran, saya kira itu suplemen bagi kami. Pak Gubernur, pak Wagub, kita semuanya membuka diri terhadap kritik, saran. Yang penting Jawa Barat istimewa dan itu jadi tanggung jawab bersama,” ujarnya.